Bioteknologi adalah terobosan terkini
yang membawa harapan baru bagi beragam aspek kehidupan. Sebagai ilmu yang
menggabungkan aspek biologi dan aspek teknologi, bioteknologi hingga kini masih
memicu perdebatan. Namun demikian, bioteknologi kini mulai dipandang sebagai
solusi beragam permasalahan yang ada di masyarakat. Bioteknologi yang diarahkan
pada dunia kesehatan justru memunculkan beragam kemungkinan bagi kemajuan dunia
kesehatan.
Salah satu bentuk kemajuan teknologi
muncul setelah dimungkinkannya rekayasa pada struktur penyusun materi genetik.
Penelitian berlanjut dengan memodifikasi materi genetik tertentu untuk
menghasilkan hasil metabbolit tertentu untuk kepentingan manusia. Beragam obat
dan hormon dihasilkan dengan menyisipkan gen pengkode zat tersebut ke dalam
jasad mikroorganisme. Dengan penyisipan tersebut, maka produksi zat akan dapat
dikendalikan seiring fase-fase pertumbuhan mikroorganisme tersebut.
Setelah beragam penelitian dan
keberhasilan melakukan teknik DNA rekombinan, para ilmuwan kemudian memikirkan
mengenai kemungkinan mengatasi masalah-masalah kelainan genetis dengan
melakukan rekayasa genetika. Hal ini kemudian menjadi ruang bagi lahirnya
terapi gen. Terapi gen memungkinkan adanya modifikasi genetik pada sel-sel yang
mengalami mutasi maupun cacat untuk dapat menghasilkan zat-zat terapeutik yang
dibutuhkannya sendiri.
DEFINISI TERAPI GEN
Terapi
gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggungjawab
terhadap suatu penyakit (Farida: 2007). Telah diketahui ada sekitar 4000 kelainan genetik pada
manusia (Agung: 2010). Sebagian besar penyakit tersebut belum diketahui obat
maupun metode penyembuhannya yang efektif. Selain kelainan genetik yang
diwariskan, masih ada kemungkinan terjadinya kelainan genetik oleh adanya zat
yang bersifat mutagen terhadap sel. Hal ini kemudian dapat menjadi pemicu
adanya mutasi yang terjadi pada materi genetik yang terdapat di dalam sel.
Terapi
gen pertama kali dilakukan pada seorang anak bernama Ashanti de Silva pada
1990. Anak tersebut menderita defisiensi adenin deaminase (ADA). Penyakit ini
merupakan penyakit genetik yang mengakibatkan anak tersebut tidak memiliki
sistem kekebalan tubuh. Pada usianya yang ke-empat tahun, terapi gen tersebut
dilakukan. Gen ADA normal disisipkan pada vektor retrovirus lalu dimasukkan ke
sel limfosit dari pasien secara in vitro. Sel limfosit yang telah disisipi gen
ADA normal kemudian ditransfusikan ke pasien melalui sirkulasi darahnya. Pada
bulan kelima setelah terapi, aktifitas ADA meningkat sebesar 50%. Dua tahun
kemudian, kehidupan anak tersebut mulai normal. Setelah duabelas tahun kemudian,
level aktifitas ADA menjadi stabil.
JENIS TERAPI GEN
Sel yang digunakan sebagai sel target
dari terapi gen adalah sel dari pasien sendiri. Hal ini dilakukan untuk
meyakinkan bahwa tidak akan ada reespon imun yang merugikan setelah sel target
yang diterapi dikembalikan ke dalam tubuh pasien. Berdasarkan sel target yang
digunakan, terdapat dua jenis terapi gen yaitu sel gametik dan sel somatik.
1. Sel
gametik
Terapi
gen dengan menggunakan tipe sel gametik menggunakan target berupa sel sperma
pada laki-laki atau sel telur pada perempuan. Selain itu, terapi gen sel
gametik juga dapat dilakukan pada zigot (hasil peleburan sel telur dan sel
sperma). Terapi gen dengan target sel gametik akan mengakibatkan perubahan DNA
sel gamet yang pada individu yang akan terbentuk kemudian. Terapi ini bersifat
dturunkan kepada generasi berikutnya. Hal ini mengakibatkan individu yang
terbentuk tidak akan mengalami penyakit akibat kelainan maupun cacat pada
materi genetiknya begitu pula pada anak keturunan yang dihasilkan kemudian dari
individu yang diterapi tersebut.
2. Sel
somatik
Terapi
gen dengan menggunakan sel somatik dengan menggunakan sel dari bagian-bagian
tubuh. Terapi gen dengan cara ini tidak diwariskan pada generasi berikutnya
sebab hanya memperbaiki gen pada bagian tertentu yang diharapkan saja. Misal,
jika tubuh tidak bisa menghasilkan insulin, maka sel dari pankreas yang
kemudian dijadikan target untuk terapi gen ini. Oleh sebab itu, materi genetik
yang ada pada sel kelamin tidak mengalami perubahan sehingga kemampuan
menghasilkan insulin tidak akan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
MEKANISME TERAPI GEN
Secara umum, dalam melakukan terapi gen
diperlukan zat yang berfungsi sebagai karier atau yang disebut dengan vektor.
Vektor ini berperan membawa gen/DNA terapeutik yang normal ke sel target
pasien. Tujuan spesifik dari penyisipan gen terapeutik ini adalah sebagai
berikut.
1. Menambahkan
gen
Terapi
ini dilakukan dengan menambahkan kopi gen fungsional ke dalam sel penderit agar
menggantikan gen yang rusak atau kurang berfungsi atau hilang sehingga dapat
menghasilkan ekspresi normal yang seharusnya dimunculkan oleh gen cacat
tersebut.
2. Menghambat
gen
Pada autosomal dominan, alel yang sakit menghasilkan protein yang dapt berfungsi sebagai racun atau mengganggu produksi alel yang dominan. Untuk menghambat ekspresi gen yang sakit, dimasukkan RNA atau asam nukleat sintetik yang dapat mengikat dRNA sehingga tidak terjadi translasi.
3. Reparasi
gen
Terapi
ini dilakukan dengan cara memasukan sekuens gen DNA normal sebagai suatu
cetakan yang akan memperbaiki DNA yang cacat.
4. Memusnahkan
sel sakit
Terapi
ini dilakukan dengan cara memasukan gen tertentu yang menghasilkan produk yang
dapat menghasilkan produk yang mematikan sel sakit. Cara ini biasanya digunakan
untuk mengobati sel kanker.
Sebelum gen terapeutik dimasukkan ke
dalam sel target, terlebih dahulu gen tersebut diisolasi. Setelah diisolasi,
gen tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam sel target dengan cara
kloning. Terapi gen memiliki dua macam mekanisme untuk hal ini. Mekanisme
tersebut adalah mekanisme secara ex vivo dan in vivo.
· Gene
Silencing dengan RNA Therapeutic
Salah satu upaya dalam pengobatan
penyakit yang timbul akibat kecacatan materi gentik adalah dengan mencegah
diekspresikannya gen-gen yang cacat tersebut, atau dikenal dengan istilah gene
silencing. Untuk tujuan gene lisencing ini maka penggunaan RNA lebih
memungkinkan, sehingga dikenal adanya istilah RNA therapeutic. RNA dikenal
dapat membungkam ekspresi gen secara efektif.
Gen adalah sekuens basa spesifik yang
merupakan sandi dari suatu molekul protein. Rusaknya gen akan berakibat pada
kesalahan pembentukan protein sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dari sel
itu sendiri.
RNA
adalah asam nukleat rantai tunggal yang merupakan hasil dari transkripsi DNA.
Diantara tiga jenis RNA, mRNA dapat digunakan untuk tujuan RNA therapeutic.
Penghambatan proses ekspresi gen dapat
dilakukan dengan beberapa tahap diantarnaya tahap translasi. Penghambatan pada
tahap translasi dilakukan dengan mengganggu proses translasi tersebut.
Manipulasi pada tahap translasi mRNA yang bertujuan untuk mengatasi suatu
penyakit genetis dikenal dengan istilah small interfering RNA (siRNA).
Keberadaan siRNA dupleksdapat mengakibatkan degradasi RNA-RNA lain di dalam sel
yang memiliki sekuens yang sama.
Pada sel, untai RNA yang ditranslasikan
disebut dengan sens. Sedangkan basa nukleotida yang komplemen dengan sense
adalah antisense. Jika untai sens dan antisense membentuk dupleks, maka terjadi
pemblokiran proses translasi sehingga ekspresi gen terhamat. Dengan pembentukan
dupleks ini maka ribosom tidak dapat mengakses mRNA sehingga tidak terbentuk
protein. Bentuk dupleks akan mudah didegradasi oleh enzim ribonuklease.
Meskipun demikian, sama halnya dengan
pemasukkan potongan molekul DNA ke dalam sel, pemasukan RNA therapeutic juga
menjadi titik poin utama yang terus harus dikembangkan.
1. Ex
vivo
Pada ex vivo, gen terlebih dahulu
dibungkus dengan menggunakan vektor. Setelah gen terbungkus oleh vektor,
langkah selanjutnya adalah vektor mentransduksi sel target yang diperoleh dari
pasien. Sel target dari pasien yang telah mengalami transformasi dengan adanya
materi genetik baru yang dibawa oleh vektor kemudian dikembangkan secara in
vitro lalu diinjeksikan kembali ke tubuh pasien.
Mekanisme ini dapat juga dengan cara
mentransfer gen secara langsung tanpa menggunakan perantara bakteri maupun
virus untuk mengirimkan DNA ke sel target. Pada mekanisme ini, gene gun dapat
digunakan. Gene gun adalah pengiriman materi genetik dengan cara menggunakan
ledakan kecil dari helium yang membawa potongan DNA terapeutik sehingga dapat
masuk ke dalam sel.
2. In
vivo
Mekanisme ini merupakan mekanisme
pengiriman gen langsung ke dalam tubuh pasien tanpa adanya mekanisme in vitro.
Pada organ seperti otak dan jantung, terapi dengan mekanisme in vivo lebih
cocok. Terapi gen dengan mekanisme in vivo dengan kata lain dilakukan tidak
hanya secara lokal melainkan juga secara sistemik. Biasanya digunakan
vektor-vektor tertentu yang cocok dengan sel target. Misal, retrovirus akan cocok
dijadikan vektor untuk sel target yang aktif membelah seperti sel kanker.
Dengan mekanisme in vivo, maka diperlukan pengetahuan yang luas mengenai vektor
dan karakter sel. Kecocokan antara vektor dan sel target akan memperkecil
adanya ketidak efektifan pengiriman gen oleh vektor sebab apabila vektor
memasukkan gen bukan pada sel target maka gen tersebut akan dianggap sebagai
benda asing dan kemudian didegradasi.
PEMINDAHAN MATERI GENETIK
Ada beberapa mekanisme yang dapat
digunakan untuk membantu memindahkan materi genetik ke dalam sel target. Mekanisme
tersebut menurut Alicia, etc (2007) meliputi
mekanisme viral dan mekanisme nonviral.
1. Vektor
viral
Vektor
viral adalah vektor yang paling efektif akan tetapi mekanisme ini terbatas
karena imunitas serta ukuran materi genetik yang dapat ditransport. Beberapa
jenis virus yang dapat digunakan untuk metode viral ini adalah
a. Retrovirus
Retrovirus
adalah golongan virus yang dapat membuat rantai ganda DNA dari genomnya dan
disatukan dengan krimosom sel inangnya, contoh virus ini adalah virus HIV.
b. Adenovirus
Adenovirus
adalah golongan virus dengan rantai DNA ganda yang dapat menyebabkan infeksi
pada saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan sebagainya. Contoh virus ini
adalah virus influenza.
c. Adeno-associated
virus
Adalah
virus berukuran kecil dan mempunyai DNA single strand dan dapat memasukkan
materi genetik ke tempat spesifik pada kromosom.
d. Herpes
simpleks
Merupakan
golongan virus berantai DNA ganda yang dapat menginfeksi sel seperti sel
neuron.
e. Lentivirus
Lentivirus
merupakan anggota sub kelas retrovirus. Lentivirus bersifat lebih kompleks dari
retrovirus. Hal ini dikarenakan lentivirus memiliki protein asesoris yang lebih
banyak.
2. Vektor
non viral
Mekanisme
vektor non viral lebih aman, murah, lebih mudah diproduksi, serta memiliki
rentang molekul DNA yang lebih besar yang dapat ditransport. Keterbatasan
vektor non viral adalah rendahnya efisiensi pemindahan molekul DNA. Meskipun
demikian, riset untuk meningkatkan pemindahan molekul DNA ke dalam sel target
melalui vektor non viral masih terus dilakukan hingga saat ini.
Saat
ini ada beberapa metode untuk transfeksi (pemindahan materi genetik ke sel
target) diantaranya
a. Partikel
anorganik
Partikel
anorganik adalah nanostruktur yang bervariasi pada ukuran, bentuk, serta
porositas yang dapat diatur untuk menyingkap sistem retikuloendotelial atau
untuk menjaga pendegradasian molekul yang terperangkap. Partikel anorganik yang
digunakan misalnya kalsium fosfat, silika, emas, dan magnetik. Nanopartikel
dengan lapisan silika adalah struktur yang biokompatibel dan telah digunakan
untuk beragam aplikasi biologi termasuk untuk terapi gen. Nanopartikel silika
yang mesoporus telah menunjukkan transfeksi yang efisien pada sel gliar in
vitro, begitu pula beberapa partikel lainnya.
Emas
belakangan ini telah banyak diteliti untuk terapi gen. Emas dapat dengan mudah
dipersiapkan, memiliki kadar toksisitas yang rendah, dan permukaannya dapat
dimodifikasi menggunakan beragam teknik kimia.
b. Partikel
alami maupun buatan yang bersifat mudah di degredasi secara biologis.
Beberapa macam partikel
yang telah diketahui diantaranya
1) Polimer
tertentu
Beberapa polimer yang
dapt diunakan adalah Polylactic-co-glycolic acid (PLGA), polylactic acid (PLA),
polyethylene imine (PEI), Chitosan, Dendrimer, serta polymethacrylate.
PLA dan PLGA
adalah polimer yang paling sering digunakan untuk mengatarkan obat, biomolekul,
juga asam nukleat. LPA dan PLGA terdiri dari lactic acid dan glycolic acid yang
terhubung dengan ikatan ester. Polimer ini dapat mengalami hidrolisis, difusi,
serta degradasi sehingga dapat menjadi agen therapeutik yang baik. lactic acid
dan glycolic acid dapat dihilangkan dari tubuh dengan mekanisme siklus asam
sitrat.
Chitosan
adalah polisakarida yang mudah dibiodegradasi. Beberapa karakteristik unik dari
chitosan adalah sebagai berikut.
· Aman
dan non toksik, baik berdasarkan eksperimen pada hewan maupun manusia
· Dapat
didegradasi menjadi air dan karbondioksida di tubuh, sehingga tidak menjadi
racun
· Tidak
menimbulkan stimulasi mukosa maupun derma
· Polielektrolit
kationiknya berinteraksi kuat dengan DNA yang bermuatan negatif dan melindungi
DNA dari degradasi oleh enzim nuklease
· Memiliki
kemampuan untuk membuka sambungan interseluler yang kuat sehingga memfasilitasi
transportasi ke dalam sel.
· Chitosan
dengan berat molekul rendah lebih effisien untuk transfeksi daripada chitosan
berberat molekul tinggi.
PEI
(polietilene imine) adalah salah satu polimer yang
potensiel untuk mengantarkan gen. PEI diproduksi dengan polimerisasi aziridin
dan telah digunakan untuk mengantarkan material genetik ke beragam tipe sel
baik secara ex vivo maupun in vivo. Ada dua tipe polimer yaitu linear dan
bercabang. Tipe polimer bercabang lebih effektif daripada polimer linear.
2) Lipid
kationik
Cationic liposom,
cationic emulsion, solid lipid nanoparticle
3) Peptida
Pada kenyataannya, partikel ini dapat
merupakan kombinasi dari ketiga jenis diatas. Keunggulan dari ketiga partikel
diatas adalah tingkat toksisitas yang rendah (karena dapat didegradasi) serta
penghindaran akumulasi polimer di dalam sel.
c. Metode
fisik
Metode
fisik yang digunakan misalnya injeksi langsung, elektroforasi, sonoforasi,
fotoforesi, hidroforesi. Injeksi
langsung menggunakan jarum suntik untuk menginjeksikan DNA secara langsung
ke jaringan. Dengan demikian, metode injeksi langsung ini tergolong memiliki
efisiensi yang rendah.
Pada elektroforasi,
gen dikirimkan dengan dengan membuat celah pori pada membran sel dengan sinyal
elektrik. Efisiensi cara ini ditentukan oleh intensitas sinyal elektrik,
frekuensi, dan durasinya. Elektroforasi memungkinkan terjadinya permeabilitas
sementara dari membran sel dan mengakibatkan peradangan level rendah pada sisi
yang diinjeksi. Dengan metode ini, jumlah sel yang mengalami transfeksi akan
rendah dan pembedahan akan diperlukan untuk menjangkau organ-organ dalam.
Pada sonoforasi,
elombang ultrasonik digunakan untuk menambah permeabilitas sel membran sehingga
memungkinkan sel memasukkan DNA. Metode ini adalah metode non invasif dan
spesifik pada sisi yang diinginkan serta memungkinkan untuk menghancurkan sel
tumor dengan pengiriman sistemik. Efisiensi pengiriman gen dengan metode ini
terganung pada intensitas sinyal, frekuensi, dan durasinya. Metode ini telah
diunakan untuk orak, kornea, ginjal, otot, hati, dan lain sebagainya.
Ultrasonik intensitas rendah dalam kombinasinya dengan mikrotubulus telah
diakui sebagai metode yang aman untuk mentransfer gen.
Pada fotoforesi,
digunakan sinyal berupa laser tunggal sebagai upaya fisikal untuk membuat
ccelah sementara pada membran sel sehingga memungkinkan DNA untuk memasuki sel.
Efisiensinya tergantung pada ukuran dari celah yang terbentuk dari sel dan juga
frekuensi pemberian sinyal laser. Keberhasilan penggunaan metode ini sama
dengan penggunaan metode elektroforasi. Sejauh ini, metode ini masih terus
dipelajari terkait keefektifannya untuk diaplikasikan ke dalam dunia pengobatan
sesungguhnya.
Metode
hidroforasi, atau yang juga disebut
metode transfer gen hidrodinamik, merupakan metode yang biasanya digunakan
untuk mentransfer gen ke sel hati binatang pengerat. Metode ini masih terus
dilakukan penelitian.
Keberhasilan
terapi gen sangat tergantung pada pengiriman gen yang dilakukan. Sejauh ini,
vektor viral telah mendominasi praktik klinis terapi gen dengan tingginya
efisiensi pengiriman gen yang dimiliki. Meskipun demikian, efisiensi metode non
viral melalui mekanisme in vitro juga perlu menjadi perhatian karena hingga
saat ini terus dilakukan penelitian mengenai hal tersebut.
APLIKASI TERAPI GEN
Terapi gen dapat diaplikasikan untuk
mengatasi beberapa masalah kesehatan sebagai berikut.
1. Kanker
(jkm terapi gen)
Sel
kanker memiliki tiga karakter kontrol secara genetis untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Karakter tersebut adalah
a. Sel
kanker memiliki kecepatan pertumbuhan yang tidak normal
b. Sel
kanker tidak akan mati ketika tubuh memberi sinyal untuk kematian sel tersebut
c. Sel
kanker melawan kerja dari sistem imun tubuh
Ketiga karakteristik tersebut
mengakibatkan sel kanker menjadi penyakit berbahaya yang memerlukan terapi
tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan strategi untuk mengoreksi
kecepatan pertumbuhan sel, mengontrol kematian sel kanker, serta membuat sistem
imum membunuh sel-sel kanker tersebut. Pendekatan lain yang dapat dilakukan
adalah dengan membuat sel kanker bunuh diri melalui terapi gen.
1) Koreksi
kecepatan pertumbuhan pada sel kanker
Pengontrolah
kecepatan tumbuh sel kanker dapat dilakukan dengan melibatkan penggunaan oligo
nukleotida antisense. Oligonukleotida antisense merupakan pasangan basa dari
produk regulator pertumbuhan spesifik. Oligonukleotida antisense yang berikatan
dengan produk yang dihasilkan oleh onkogen akan mengakibatkan penghambatan pada
fungsi onkogen. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pertumbuhan sel kanker.
Aktifitas oligonukleotida anti sense akan meningkat apabila dikombinasikan
dengan kemoterapi.
Penggunaan
onkogen sebagai taret juga dapat menggunakan anto onkoprotein. Hal ini akan
memicul sel memproduksi antibodi rantai tunggal yang dapat menginakifasi
onkoprotein. Terapi lainnya adalah dengan mengontrol pertumbuhan sel kanker
dengan terapi gen antiangiogenik. Terapi ini mengacaukan gen yang merangsang
pertumbuhan pembuluh darah baru yang diperlukan sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhan tumor. Dengan demikian, metode tersebut diharapkan dapat terganggu.
2) Pengontrolan
kematian sel
Pada
penyakit kanker, gen-gen yang berperan untuk membuat sel bunuh diri telah
berubah sifat sehingga menimbulkan kanker. Gen tersebut mengalami keruskan.
Pengontrolan genetik untuk kematian kanker dilakukan melalui manipulasi gen p53
abnormal yang ada pada sejumlah kanker. Gen p53 normal ditransfer dengan
menggunakan adenovirus ke dalam sel kanker yang mengandung p53 abnormal.
3) Upaya
untuk membuat sistem imun membunuh sel kanker
Terdapat
sejumlah sitokin yang memiliki aktifitas imun untuk melawan kanker ketika disuntikan
ke dalam pembuluh darah vena. Sitokin ini juga efektif jika diinjeksikan
langsung ke sel kanker. Gen untuk berbagai sitokin dapat diisolasi. Injeksi gen
sitokin ke dalam sel kanker akan mengakibatkan sel kanker mampu memproduksi
sitokin dan meningkatkan ekspresi anti gen pada permukaan sel kanker. Hal ini
akan mengakibatkan sistem imun mengenali sel kanker dan mengarahkan pada respon
imun terhadap kanker-kanker lokal maupun yang telah bermetastasis.
4) Strategi
gunuh diri
Metode
ini digunakan untuk menyisipkan gen yang membuat sel kanker sangat sensitif
terhadap obat.
2. Defisiensi
Adenosin Deaminase (ADA)
Terapi
gen dapat diaplikasikan pada kelainan ADA. Gen Ada dikodekan untuk suatu enzim
yang diekspresikan di semua jaringan dan mengkaalisis deaminasi dari
2-deoxyade-nosise dan adenosin untuk 2 deoxyinosine dan inosine. Tidak beradaan
atau malfungsinya mengakibatkan akumulasi metabolit purin yang bersifat toksik
terhadap sel. Meskipun gen ADA diekspresikan di semua jaringan, akumulasi
metabolisme purin pada sel imun adalah problem utama. Sebagai konsekuensinya,
penderita ADA akan mengalami lymphopenia, yaitu penurunan ataupun
ketidakberadaan imunitas tingkat sel maupun humoral. Penumpukkan purin juga
akan berakibat pada abnormalitas pada hepar, renal, paru-paru, serta skeletal.
Defisiensi ADA telah
berhasil di atasi dengan terapi gen. Praktik klinis pengobatan defisiensi ADA
dengan terapi gen telah dilakukan pada tahun 1990 dengan vektor retrovirus
dengan metode in vitro.
3. Diabetes retinopati
Selama
ini pengobatan diabetes kerap dianggap rumit karena akan terkait dengan beragam
fungsi organ tubuh. diabetes retinopati adalah penyakit mata yang diakibatkan
oleh diabetes. Retinopati adalah kondisi yang mempengaruhi kerja retina mata.
Diabetes retinopati tidak jarang mengakibatkan kehilangan penglihatan pada
orang usia 60 tahunan.
Diabetes
retinopati ditandai dengan perkembangan dari sel neuroglia retinal dan
mikrovaskulatur. Tanda awal dari diabetes retinolati meliputi rusaknya blood
retinal barrier, hilangnya peticyte, penebalan membran dasar, dan pembentukan
mikroaneurim karena pembengkakan kapiler.
Renin-angiotensin
sistem (RAS) memainkan peran penting dapam mempertahankan homeostasis dengan
mengatur tekanan vaskular, keenceran, keseimbangan elektrolit dan sistem syaraf
simpatetik. Diabetes diketahui mengubah ekspresi pada gen RAS retinal sehingga mengganggu
kesehatan mata. Terapi gen dapat digunakan untuk mengobati diabetes retinopati
dengan memperbaiki gen pada RAS.
KENDALA DALAM TERAPI GEN
Meskipun dianggap sebagai teknologi yang
membawa harapan besar bagi perkembangan pengobatan, terapi gen masih memiliki
berbagai kendala yang hingga kini terus diupayakan untuk diminimalisir dengan
beragam penelitian. Beberapa kendala terapi gen adalah sebagai berikut.
1. Terapi
gen akan efektif bila gangguan terjadi pada gen tunggal
2. Virus
yang berfungsi sebagai vektor dapat berubah ke sifat dasarnya dan mengakibatkan
penyakit
3. Banyak
terapi gen yang keberhasilannya pendek sehingga perlu diulang
4. Sistem
imun tubuh berusaha menolak terapi gen. Pada proses pengulangan yang dilakukan
pada terapi gen yang keberhasilannya pendek juga akan mengakibatkan tubuh
meningkatkan sistem imun untuk menolak terapi gen.
REFERENSI
Arsa, A. Farida. 2007. Bioteknologi
Modern. Universitas Negeri Makassar
Sdw, Agung. 2010. Terapi Gen,
Harapan yang Kian Dekat. online, www.kompasiana.com,
diakses Sabtu, 15 Oktober 2016
Alicia Rodriguez Gascon, etc. 2013.
Non-Viral Delivery Systems in Gene
Therapy. Jurnal. Gene Theraphy –Tools and Potential Applications. Intech;
Croatia
Qiuhong Li, etc. 2013. Gene Therapy for Diabetic
Retinopathy-Targeting the Renin-Angiotensin System. Jurnal. Gene Theraphy
–Tools and Potential Applications. Intech; Croatia
Wargasetia, Teresa Liliana. 2005.
Terapi Gen pada Penyakit Kanker. Jurnal. online,
www.researchgate.com,
diakses Sabtu, 15 Oktober 2016