Selama ini banyak diantara kita yang
mengidolakan orang-orang di luar orang-orang yang memang seharusnya kita
utamakan di dalam agama kita. Hal ini terjadi karena kita sejak kecil jarang
diperkenalkan dengan para tokoh dalam agama kita sendiri, agama Islam. Tidak
ada salahnya untuk mencoba membangun kecintaan pada para ulama agama kita yang
sudah sepatutnya kita cintai dan menjadi idola bagi kita semua.
Berikut adalah hasil resume saya pada
sebuah dauroh fiqih yang disampaikan olehUustadz Sutomo, Lc mengenai
bibliografi. Maaf bahasanya rada-rada, hehe. Soalnya ngetiknya ngebut. Tak ada
gading yang tak retak. Ikhtiar paling utama dalam mencari ilmu adalah datang
sendiri ke majelis, bukan sekedar lihat resume ini, hehe.
Bibliografi Ulama
Sebelum tahu biografi ulama lain kita harus tahu biografi nabi dulu.
Mengawali dengan yang utama.
Pakar sejarah kita sekarang banyak bicara filsafat sejarah. Bukan sejarah
itu sendiri.
Faidah mengetahui biografi ulama dalam kitab al jawahil al mudliyah
1. Mengenal para ulama adalah salah satu
bentuk dzikrulloh. Kan ulama itu orang shalih, takut pada Allah. Maka ketika mengingat
mereka dan membaca biografinya kita akan semakin tenang dan ingin
meniru mereka. Ini karena para ulama lho. Jadi tidak hanya subhanallah,
alhamdulillah, dll. Ketika mendengar karomah para ulama akan ada tenang di
dalam hati. Imam syafii pernah berkata: semua manusia dalam ilmu fiqih berhutang
kepada abu hanifah. Sebab abu hanifah akalnya adalah akal fiqih. Hujjah beliau
sangat kuat. Meski demikian abu hanifah berkata sirah orang shalih pasti lebih
aku cintai daripada banyak permasalahan fiqih. Sebab disitulah abu hanifah
menemukan keteladanan untuk jadi panutan dan ketenangan.
2. Di dalamnya ada teladan.
3. Mengetahui derajat dan masa hidup para
fuqoha. Allah menyebutkan
dalam ayat, dan setiap ada orang berilmu ada orang yang lebih berilmu
lagi...ini ayat.
Aisyah meriwayatkan kita diminta untuk menempatkan manusia itu pada
posisinya. Pada tempatnya. Semakin dekat zaman dengan rasululloh
maka lebih punya kemuliaan daripada setelahnya karena secara waktu lebih dekat
dengan para ulama. Makin dekat denga rasul makin dikit kesalahannya secara
logika. Zaman berbeda bukan berarti keilmuannya lebih rendah. Misal imam nawawi
beliau abad ke 7 namun keilmuannya dalam kajian fiqih dan hadits punya level
keren tersendiri. Di mata Allah yang paling bertaqwa adalah yang paling
baik. Orang bertaqwa adalah orang yang tau ilmu taqwa. Jadi mereka lebih
harus dihormati. Jangan sampai jika ada pendapat ulama yang tidak kita pilih
saat ini kita sikapi dengan tidak baik. Dalam mazhab syafii itu pada nggak
berani melompati pendapat an nawawi dan rofi', sekalipun sekelas zakaria al
ansory yang keren banget. Bukan mendewakan atau mengkultuskan, namun
menghormati sebagai mana mestinya. Berbeda, tidak sama antara orang yang
mengetahui dan tidak mengetahui, ilmu itu membuat berbeda. Makanya kita harus
tahu level ulama. Ada juga kisah dosen profesor yang punya murid yang
menganggap guru dan murid sama. Si profesor meminta muridnya menjelaskan ulang
penjelasannya dan si murid belepotan.
4. Para ulama harus kita kenal karena
posisinya seperti orang tua. Masak kita nggak kenal orangtua kita? Para ulama itu yang sangat punya
sifat seperti orang tua,mereka tidak ingin anaknya tersesat, ingin anaknya
menuju jalan ke surga. Dan demikianlah para ulama mencintai kita. Dan yang
paling mencintai dengan sangat pertama kali adalah rasululloh saw.
Bahkan sampai bangun pertama kali dari kuburnya yang ditanyakan adalah ummati,
ummati...nanya ummatnya. Ulama adalah pewaris para nabi.
5. Dapat memilih pendapat saat ada
ikhtilaf. Yaitu dengan
mengambil pendapat dari yang paling dalam ilmunya dan paling wara'. Jadi para
penulis biografi adalah saksi bagaimana kedalaman ilmu dan kewara'an.
6. Mengetahui karya para ulama.
Ibnu taimiyah, apakah ketiga ibnu taimiyah punya pemikiran sama atau
berbeda?
Biasa aja kalau beda. Cuma kita aja yang nganggap kok beda sih. Misal jaman
imam syafii, kan beliau punya murid. Salah satunya imam al muzani. Dia punya
adik perempuan namanya ummu ahmad yang menikah dengan laki-laki dan kemudian
punya anak namanya abu ja'far at thohalwi yang saat masih kecil belajar ke al
muzani. Jaman kecil iya beliau taat. Sampai suatu saat ada konflik dari
keduanya. Sampai al muzani berkata: masih kecil nakal begini, besok besarnya
nggak akan jadi apa-apa kalau nggak mau belajar begini. Nah si jafar ini
ngambek dan pergi cari guru lain dan ketemu yang lebih rasional dari mazhab
hanafi. Kemudian dia merasa ke mazhab hanafi yang menurutnya lebih bagus.
Sayangnya saat pertama kali bermazhab hanafi dia menulis kitab untuk
membuktikan pada pamannya bahwa dia bisa jadi sesuatu. Tapi kemudian yang
terjadi al muzani meninggal dan saat jafar menulis buku dia berkata harusnya
muzani membayar kafarat atas sumpahnya dulu bahwa jafar tidak bisa jadi
apa-apa. Pada level mazhab pun akhirnya pada akhirnya bikin mazhab. Tuh syafii
dulu juga murid malik, hambal itu dulu murid hanafi.
Ihya' ulumuddin: menghidupkan ilmu agama. Ilmu adalah dia yang diamalkan,
bukan hanya yang diketahui, konsekuensi keilmuan adalah mengamalkan. Ibnu
taimiyah sering dikritisi, yang kakek tidak, yang cucu. Soalnya yang cucu
banyak ikhtilaf.
Kaidah fiqiyah, bedanya yang 5, 35, 40?
Klasifikasi kaidah fiqh hanya dua, kaidah kubra dan yang turunan yang
kubra.
Misal al ummuru bi maqosidiha itu punya turunan. Misal turunannya
maksud-maksud redaksi itu tergantung pada niatnya pemilik redaksi, atau turunan
yang jadi pijakan dalam transaksi adalah apa yang jadi maqosid, bukan lafaznya.
Bibliografi ulama masa kini?
Tradisi islam tidak mengenal pemisahan zaman. Kita sekarang di abad ke 15
H. Biografi ulama baru parsial, beberapa ulama saja. Paling banyak itu abad ke
13 ke bawah. Abad 14 ke sini tidak lengkap. Ada orang indonesia di mekah di
madrasah sholatiyah. Nah di sana ada yang menulis kitab biografi dari madrasah
tersebut. Madrasah tersebut yang banyak orang indonesianya.
Siapa kah yang punya otoritas menentukan itu ulama atau tidak?
Ulama sepakat. Jadi otoritas kolektif, bukan idndividual. Yang dijadikan
pandiam adalah otoritsa kolektif yang bisa jadi ada di masing-masing negara
atau level dunia. Tidak ada otoritas individual.
Tafsir al ahkam kan ada beberapa yang sumber penafsirannya menggunakan
israilliyat, lalu bagaimana kehujjahannya ?
Israilliyat itu cerita bangsa israil. Itu biasanya hanya menafsiri
cerita-cerita. Tafsir ayat ahkam itu biasanya ya hanya ayat ahkam. Israiliyat
dalam ayat ahkam sangat sedikit dijumpai kecuali dalam kisah. Nah nanti ayat
kisah ini juga bisa ditarik hukumnya misal di syar'u man qablana. Namun ada
kaidahnya untuk mengambil hukum dari ayat kisah. Misal:
1. Memastikan benar adanya, harus jadi
hakekat tarikh bukan sekedar cerita tanpa fakta sejarah. Ada tiga cara
menyikapi ikuti, tolak, tawaquf-diam sampai ada kebenaran.
2. Harus bisa digali hukum fiqihnya.
3. Kisah yang terjadi bukan kisah yang
mansukh secara hukumnya dan disebutkan dalam syariat. Misal ummat nabi musa
jika melakukan dosa maka membunuh diri. Syariat ini bertentangan dengan syariat
kita yang memerintahkan untik menjaga jiwa.