Showing posts with label life story. Show all posts
Showing posts with label life story. Show all posts

Part 1: Punya Anak di Jepang! Hamil di Jepang dan beragam pernak-perniknya!

Jepang merupakan negara yang sangat mendukung warganya untuk memiliki keturunan. Proses memiliki keturunan dari mulai program hamil hingga akhirnya anaknya lahir dan tumbuh telah menjadi fokus pemerintah Jepang sehingga beragam subsidi dana disiapkan. Yuk kita simak seperti apa memiliki keturunan di Jepang!

1. Program hamil di Jepang

Tekanan ekonomi dan situasi sosial di Jepang menjadikan masyarakatnya enggan memiliki keturunan. Mudah sekali kita menemukan orang-orang muda di Jepang yang berpandangan untuk tidak memiliki keturunan karena dianggap merepotkan. Untuk mengatasi hal itu, tidak tanggung-tanggung, Pemerintah Jepang memberikan bantuan SUBSIDI 70% bagi pasangan yang ingin melakukan terapi kesuburan dalam rangka upaya memiliki keturunan. Waw sekali bukan.....

2. Hamil di Jepang

Ketika seorang ibu dinyatakan hamil, maka kehamilan ini harus didaftarkan ke divisi kesehatan city hall setempat. Untuk mendaftarkan kehamilan, diperlukan bukti bahwa ibu tersebut benar-benar hamil, misalnya surat keterangan dari dokter di klinik atau rumah sakit tempat pemeriksaan kehamilan. 
Tentu saja surat ini akan diberikan dokter nanti setelah kehamilan jelas terkonfirmasi. Jika kehamilan belum jelas terkonfirmasi, biasanya dokter masih akan meminta si ibu untuk kembali beberapa waktu lagi untuk pemeriksaan, dan untuk hal ini, si ibu harus terlebih dahulu membayar sendiri biaya pemeriksaannya.

Setelah surat keterangan hamil didapatkan, pendaftaran kehamilkan di divisi city kesehatan city hall kemudian di lakukan. Dari pendaftaran ini, nantinya didapatkan boshi kenko techo/boshi techo-yang semacam buku kia di Indonesia, serta sebendel voucher pemeriksaan kesehatan sehingga nantinya setiap kali datang ke klinik/rumah sakit untuk periksa kehamilan bisa GRATIS.

Contoh gambar buku kia a.k.a maternal and child health handbook yang didapatkan setelah mendaftar kehamilan. 


Selain mendapatkan buku dan voucher kehamilan, ibu hamil di Jepang juga akan mendapatkan beragam brosur informasi dan semacam gantungan kunci souvenir yang bergambarkan informasi bahwa si ibu ini sedang hamil. Gantungan ini nantinya bisa di pakai di tas agar ketika si ibu bepergian, gantungan ini menjadi identitas sehingga si ibu dapat mengakses kursi prioritas di kendaraan umum, maupun ketika sedang mengantri. 

Gini nih gantungan kunci ibu hamil di Jepang, kawaii...

Suplemen Ibu Hamil di Jepang

Kehamilan di Jepang dianggap sebagai proses yang alami sehingga jarang sekali ada intervensi obat-obatan dari dokter untuk ibu hamil, kecuali jika sangat diperlukan. Jikapun diperlukan, dokter obsgyn di Jepang akan merekomendasikan obat herbal terlebih dahulu. Selain itu, ibu hamil di Jepang juga tidak akan ditanya sudah minum suplemen/vitamin apa saja. Ibu hamil di Jepang tidak akan diresepkan tablet-tablet suplemen melainkan disarankan untuk banyak makan makanan yang bergizi. Sebagai ibu hamil Indonesia di Jepang, apalagi jika belum terbiasa dengan pola makan ala ibu hamil di Jepang, mungkin ada baiknya untuk menyiapkan sendiri suplemen-suplemen kehamilan bila memang diperlukan.

Pemeriksaan Kehamilan di Jepang

Untuk pemeriksaan kehamilan, frekuensinya akan meningkat seiring bertambahnya usia janin dalam kandungan. Pada awal-awal kehamilan, pemeriksaan bisa hanya sekali dalam 3 minggu, namun kemudian seiring berjalannya waktu, meningkat menjadi sekali dalam 2 minggu, bahkan 1 kali dam 1 minggu pada minggu-minggu terakhir kehamilan. Pada setiap pemeriksaan, biasanya dilakukan tes urin, cek tensi, serta USG. Berat janin akan diprediksi melalui USG, juga kondisi lainnya. Ada juga pemeriksaan darah yang harus dilakukan, juga cek swap servix untuk mengetahui ada tidaknya potensi kanker servix pada ibu hamil. Meskipun banyak, tenang saja, biasanya semua pemeriksaan ini akan tercover oleh voucher yang kita dapatkan di awal pendaftaran kehamilan. 

Kebijakan Terbaru Berupa Hibah 50.000¥ bagi Ibu hamil
Baru-baru ini pemerintah Jepang memberikan hibah tambahan bagi ibu hamil di Jepang berupa uang senilai 50.000¥. Uang ini akan ditransfer otomatis ke rekening pribadi si ibu hamil dan diperuntukkan untuk keperluan si ibu selama kehamilan. Lagi-lagi... ini adalah upaya dari pemerintah Jepang untuk menambah populasi penduduk mereka yang saat ini dianggap mengkhawatirkan. 

Lanjut Part II ya...




Sedekat Dunya dan Barzakh

Bismillah.. Hai, apa kabar?

Sepertinya banyak postingan saya yang berawal dengan "lama ngga posting" etc etc.
Kali ini semoga sedikit beda. Hahaha..... *apanyaa coba

"Mau curhat aja deh."
"Curhat apa?"
"Curhat 6 September 2017, lagi kangen soalnya. Padahal kangen terus."

Begini ceritanya. 

Susah juga ya cerita. Bingung mulai dari mana. Pada intinya, tanggal 6 September 2017 alias seratus  sekian hari yang lalu, bapak saya meninggal. Apa rasanya? Tebak lah. Tebak sendiri, atau bongkar memori lama punyamu sendiri, bagi yang sudah ditinggal juga. Bagian ini saya tidak bisa gambarkan seperti apa lewat kata-kata. Singkat kata, akhirnya saya sudah lebih berdamai dengan kenyataan. Rasanya sampai saat ini ringan saja menyebut-nyebut kata bapak. Seperti masih ada. Ya memang masih ada. Bapak kemarin sakit, 3 hari di RS Sardjito, hari ketiga, malamnya, sekitar pukul 23.00 WIB beliau berpindah alam. 

Orang-orang sering bercerita tentang wasiat-wasiat orang yang hendak meninggal. Bapak pun sama. Tapi saya tidak menganggap serius itu semua awalnya. Bagi saya beliau sedang gojek, bercanda. Obrolan semacam siapa duluan dan siapa belakangan di keluarga kami memang tidak asing. Apalah saya yang juga mungkin kurang peka. Baru sadar banyak wasiat setelah beliau meninggal.
Hari-hari sebelum pergi opname 3 hari di RS Sardjito, banyak hal yang masih beliau sempatkan. Bapak sempat berkunjung ke rumah Bude (Kakak perempuan bapak) dan berpesan untuk menjaga Bulik dan keponakan-keponaan beliau. Beliau meminta agar Bude sering-sering menengok adik dan keponakannya. 

Bapak juga berpesan pada ibu
"Ora ana wong mati anu penyakit, kabeh Gusti Alloh sing kerso." 
Tidak ada orang meninggal karena penyakit, semuanya karena Alloh yang berkehendak. 
"Nek aku mati, kowe kudu sing ikhlas."
Kalau aku mati, kamu harus ikhlas.
Bapak seperti mempersiapkan ibu agar tidak sedih berlarut-larut. Bapak mengerti betul bahwa ibu sangat mendalam perasaannya, seperti yang kami anak-anaknya juga pahami, mungkin.
Bapak juga berpesan pada kakak perempuan saya. Isinya apa? Intinya nitip saya berhubung saya anak ragil dan masih amanah bapak juga karena belum menikah. 
Untuk saya?
Bapak juga berpesan untuk saya. Beliau minta agar saya cepat lulus dan segera bekerja, gantian dengan beliau. Saat tiga hari di rumah sakit, bapak juga berpesan. Tapi saya juga tidak berpikir apapun saat itu. Saya tidak berpikir akan ditinggal bapak. Saya optimis bapak pulih karena sebelumnya pun begitu. Salah satu yang bapak sampaikan, 
"InsyaaAlloh Bapak ya ayem. Iput ndongakaken Bapak kan?"
InsyaaAlloh bapak tenang. Iput doain bapak kan?
Beliau mengucapkan itu sambil mengelus kepala saya saat saya duduk bersandar di bed beliau.
Dulu, entah kapan, sebelum saat itu pun, bapak kerap berpesan pada anak-anaknya, "Bapak ndak minta apa-apa. Bapak berharap anak-anak bapak pada doain bapak kalau bapak meninggal." 
Ya, karena seperti yang saya bilang, dikeluarga kami bapak ibu beberapa kali berpesan begini dalam obrolan-obrolan kami. Dengan saya terutama, berhubung saya ragil yang kalau di rumah senang sekali diskusi a sampai z ngusel-ngusel bapak-ibu menjelang tidur.

Saya ingat senyum terakhir beliau ke Ibu saya. Beda. Sungguh beda. Lega entah apa. Beliau pergi dengan tenang. Kami berprasangka baik tentang kepergian beliau karena sungguh, semuanya seperti lancar-lancar saja. Saya ingat cerita beliau di obrolan-obrolan kami bahwa Alloh menciptakan kalimat "Laa ilaha illallah" dengan spesial hanya perlu gerak lidah. Dan saya menyaksikan apa yang beliau pernah ceritakan pada saya di depan mata saya sendiri, saya lihat gerak lidah beliau melafadzkan kalimat itu. Saya duduk di samping kanan beliau, mengusap kening beliau yang berkeringat dengan handuk dan menduga-duga. Menahan gejolak prasangka bahwa bapak akan pergi karena sungguh, ini pengalaman pertama melihat ajal di depan mata.
Sungguh rasanya pun nafas saya tertahan saat bapak seperti berhenti menarik nafas untuk beberapa saat. Saya tidak tega berpikiran jauh meski terus terbersit. Saya memohon pada Alloh saat itu tidak menampakkan kesedihan di depan bapak. Saya memaksa diri berpikir optimis bapak akan sehat kembali. Ibu saya saat itu tiba-tiba bersalaman dengan bapak, beliau berdua bermaaf-maafan, lalu ibu berpesan pada saya untuk tidak berhenti membisikkan kalimat thoyyibah di samping bapak. Ibu lalu keluar. Dan ternyata beliau keluar karena tidak tega melihat bapak sedang dalam masa sakaratul mautnya. Saya sendiri tidak bersalaman atau bermaaf-maafan dengan bapak. Saya saat itu jujur heran dengan ibu saya, seolah beliau sudah mengerti bapak akan meninggal. Sedang saya, saya belum pernah langsung menunggui orang sedang berproses dengan ajal. Saya tidak yakin persis apa yang sedang saya hadapi saat itu.

Meski menyangkal pikiran-pikiran akan ditinggal bapak saat itu, saya pun mulai memeriksa kaki bapak. Orang bilang ketika akan meninggal ada bagian tubuh yang dingin. Dari situ nyawa diambil, katanya. Saya belum tahu dingin seperti apa yang dimaksud. Tapi kaki bapak saat itu hangat, biasa. Justru tangan beliau yang dingin. Keduanya sangat dingin. Mungkin malaikat pencabut nyawa mengambil nyawa dengan menggandeng tangan beliau. Entah, Husnudzon saya.

Saran saya, penting bagi kita yang masih diberi waktu hidup untuk belajar bagaimana menemani orang dalam menjemput ajal. Sungguh, ada hal-hal yang sebelumnya tidak ketahui tuntunan sunnahnya ketika sedang duduk menemani bapak. Untung saat itu ada kakak ipar saya yang mengingatkan bagaimana seharusnya. Cek kajian ustadz Oemar Mita ya tentang hal ini. Sungguh, ini penting.

Sampai saat ini, saya tahu bahwa ibu saya masih enggan berkunjung ke Jogja, karena Jogja membangkitkan memori tentang bapak yang masih sering membuat beliau menangis rindu. Begitu juga saat bersama saya. Mungkin ibu saya merasa ada yang kurang, karena dulu setiap kali Iput pulang, biasanya bapak heboh juga ngajak Iput jajan atau minta ibu masak sesuatu yang beda, atau bahkan rela membatalkan liburan dengan teman-teman beliau demi menemani anak tercinta di rumah. Atau mungkin karena saya saja anak beliau yang menyaksikan bapaknya pergi secara langsung. Sekarang di Kartu Keluarga kami hanya ada kami berdua, saya dan ibu, -dua kakak perempuan saya sudah berKK sendiri-.
Setiap kali pulang dan menjumpai momen-momen kami mengingat bapak, saya ingat pesan para ustadz bahwa setiap kita sedang dalam perjalanan. Meninggal bukanlah hilang. Tapi berpindah alam lebih dulu. Bapak ada, hanya saja sekarang bapak di alam barzakh, alam yang tidak dapat ditembus lagi untuk kembali ke dunia kita saat ini. Alloh sudah mencukupkan waktu ibadah bapak. Semoga Alloh terima amal shalihnya dan Alloh hapuskan kesalahannya. Tinggal kita, yang masih di dunia dan punya kesempatan, semoga kita mampu menabung sebanyak-banyak amal shalih untuk bekal perjalanan kita selanjutnya. aamiin

Bagi kalian yang juga baru saja ditinggalkan, jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Ambil hikmahnya sebagai pengingat bahwa kita kelak juga akan menempuh fase yang sama. Dan Alloh juga berjanji mengembalikan kita bersama keluarga kita kelak... syaratnya kita dan keluarga kita sama-sama beriman

".... maka barangsiapa diberikan catatan dari sebelah kanannya, maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah. Dan dia akan kembali kepada keluarganya yang sama-sama beriman dengan gembira."

..... catatan dari sebelah kanan... hisab yang mudah... dan keluarga yang beriman.

Betapa pertanyaan "hidupmu buat apa? bukankah cuma sebentar saja?" harusnya cukup jadi pengingat bahwa kita berada dalam sebuah perjalanan yang singkat. Sangat sebentar. Dan semoga bisa pulang dengan sebanyak-banyak bekal untuk mendapat ridoNya. aamiin.

Semoga ini menjadi tadzkirah buat kita bersama. aamiin :)

Bibliografi: Mengenal Para Ulama


Selama ini banyak diantara kita yang mengidolakan orang-orang di luar orang-orang yang memang seharusnya kita utamakan di dalam agama kita. Hal ini terjadi karena kita sejak kecil jarang diperkenalkan dengan para tokoh dalam agama kita sendiri, agama Islam. Tidak ada salahnya untuk mencoba membangun kecintaan pada para ulama agama kita yang sudah sepatutnya kita cintai dan menjadi idola bagi kita semua.
Berikut adalah hasil resume saya pada sebuah dauroh fiqih yang disampaikan olehUustadz Sutomo, Lc mengenai bibliografi. Maaf bahasanya rada-rada, hehe. Soalnya ngetiknya ngebut. Tak ada gading yang tak retak. Ikhtiar paling utama dalam mencari ilmu adalah datang sendiri ke majelis, bukan sekedar lihat resume ini, hehe.

Bibliografi Ulama

Sebelum tahu biografi ulama lain kita harus tahu biografi nabi dulu. Mengawali dengan yang utama.

Pakar sejarah kita sekarang banyak bicara filsafat sejarah. Bukan sejarah itu sendiri.

Faidah mengetahui biografi ulama dalam kitab al jawahil al mudliyah
1.       Mengenal para ulama adalah salah satu bentuk dzikrulloh. Kan ulama itu orang shalih, takut pada Allah. Maka ketika mengingat mereka dan membaca biografinya kita akan semakin tenang dan ingin meniru mereka. Ini karena para ulama lho. Jadi tidak hanya subhanallah, alhamdulillah, dll. Ketika mendengar karomah para ulama akan ada tenang di dalam hati. Imam syafii pernah berkata: semua manusia dalam ilmu fiqih berhutang kepada abu hanifah. Sebab abu hanifah akalnya adalah akal fiqih. Hujjah beliau sangat kuat. Meski demikian abu hanifah berkata sirah orang shalih pasti lebih aku cintai daripada banyak permasalahan fiqih. Sebab disitulah abu hanifah menemukan keteladanan untuk jadi panutan dan ketenangan.
2.       Di dalamnya ada teladan.
3.       Mengetahui derajat dan masa hidup para fuqoha. Allah menyebutkan dalam ayat, dan setiap ada orang berilmu ada orang yang lebih berilmu lagi...ini ayat.
Aisyah meriwayatkan kita diminta untuk menempatkan manusia itu pada posisinya. Pada tempatnya.  Semakin dekat zaman dengan rasululloh maka lebih punya kemuliaan daripada setelahnya karena secara waktu lebih dekat dengan para ulama. Makin dekat denga rasul makin dikit kesalahannya secara logika. Zaman berbeda bukan berarti keilmuannya lebih rendah. Misal imam nawawi beliau abad ke 7 namun keilmuannya dalam kajian fiqih dan hadits punya level keren tersendiri. Di mata Allah yang paling bertaqwa adalah yang paling baik. Orang bertaqwa adalah orang yang tau ilmu taqwa. Jadi mereka lebih harus dihormati. Jangan sampai jika ada pendapat ulama yang tidak kita pilih saat ini kita sikapi dengan tidak baik. Dalam mazhab syafii itu pada nggak berani melompati pendapat an nawawi dan rofi', sekalipun sekelas zakaria al ansory yang keren banget. Bukan mendewakan atau mengkultuskan, namun menghormati sebagai mana mestinya. Berbeda, tidak sama antara orang yang mengetahui dan tidak mengetahui, ilmu itu membuat berbeda. Makanya kita harus tahu level ulama. Ada juga kisah dosen profesor yang punya murid yang menganggap guru dan murid sama. Si profesor meminta muridnya menjelaskan ulang penjelasannya dan si murid belepotan.
4.       Para ulama harus kita kenal karena posisinya seperti orang tua. Masak kita nggak kenal orangtua kita? Para ulama itu yang sangat punya sifat seperti orang tua,mereka tidak ingin anaknya tersesat, ingin anaknya menuju jalan ke surga. Dan demikianlah para ulama mencintai kita. Dan yang paling mencintai  dengan sangat pertama kali adalah rasululloh saw. Bahkan sampai bangun pertama kali dari kuburnya yang ditanyakan adalah ummati, ummati...nanya ummatnya. Ulama adalah pewaris para nabi.
5.       Dapat memilih pendapat saat ada ikhtilaf. Yaitu dengan mengambil pendapat dari yang paling dalam ilmunya dan paling wara'. Jadi para penulis biografi adalah saksi bagaimana kedalaman ilmu dan kewara'an.
6.       Mengetahui karya para ulama.

Ibnu taimiyah, apakah ketiga ibnu taimiyah punya pemikiran sama atau berbeda?
Biasa aja kalau beda. Cuma kita aja yang nganggap kok beda sih. Misal jaman imam syafii, kan beliau punya murid. Salah satunya imam al muzani. Dia punya adik perempuan namanya ummu ahmad yang menikah dengan laki-laki dan kemudian punya anak namanya abu ja'far at thohalwi yang saat masih kecil belajar ke al muzani. Jaman kecil iya beliau taat. Sampai suatu saat ada konflik dari keduanya. Sampai al muzani berkata: masih kecil nakal begini, besok besarnya nggak akan jadi apa-apa kalau nggak mau belajar begini. Nah si jafar ini ngambek dan pergi cari guru lain dan ketemu yang lebih rasional dari mazhab hanafi. Kemudian dia merasa ke mazhab hanafi yang menurutnya lebih bagus. Sayangnya saat pertama kali bermazhab hanafi dia menulis kitab untuk membuktikan pada pamannya bahwa dia bisa jadi sesuatu. Tapi kemudian yang terjadi al muzani meninggal dan saat jafar menulis buku dia berkata harusnya muzani membayar kafarat atas sumpahnya dulu bahwa jafar tidak bisa jadi apa-apa. Pada level mazhab pun akhirnya pada akhirnya bikin mazhab. Tuh syafii dulu juga murid malik, hambal itu dulu murid hanafi.
Ihya' ulumuddin: menghidupkan ilmu agama. Ilmu adalah dia yang diamalkan, bukan hanya yang diketahui, konsekuensi keilmuan adalah mengamalkan. Ibnu taimiyah sering dikritisi, yang kakek tidak, yang cucu. Soalnya yang cucu banyak ikhtilaf.

Kaidah fiqiyah, bedanya yang 5, 35, 40?
Klasifikasi kaidah fiqh hanya dua, kaidah kubra dan yang turunan yang kubra.
Misal al ummuru bi maqosidiha itu punya turunan. Misal turunannya maksud-maksud redaksi itu tergantung pada niatnya pemilik redaksi, atau turunan yang jadi pijakan dalam transaksi adalah apa yang jadi maqosid, bukan lafaznya.

Bibliografi ulama masa kini?
Tradisi islam tidak mengenal pemisahan zaman. Kita sekarang di abad ke 15 H. Biografi ulama baru parsial, beberapa ulama saja. Paling banyak itu abad ke 13 ke bawah. Abad 14 ke sini tidak lengkap. Ada orang indonesia di mekah di madrasah sholatiyah. Nah di sana ada yang menulis kitab biografi dari madrasah tersebut. Madrasah tersebut yang banyak orang indonesianya.

Siapa kah yang punya otoritas menentukan itu ulama atau tidak?
Ulama sepakat. Jadi otoritas kolektif, bukan idndividual. Yang dijadikan pandiam adalah otoritsa kolektif yang bisa jadi ada di masing-masing negara atau level dunia. Tidak ada otoritas individual.

Tafsir al ahkam kan ada beberapa yang sumber penafsirannya menggunakan israilliyat, lalu bagaimana kehujjahannya ?
Israilliyat itu cerita bangsa israil. Itu biasanya hanya menafsiri cerita-cerita. Tafsir ayat ahkam itu biasanya ya hanya ayat ahkam. Israiliyat dalam ayat ahkam sangat sedikit dijumpai kecuali dalam kisah. Nah nanti ayat kisah ini juga bisa ditarik hukumnya misal di syar'u man qablana. Namun ada kaidahnya untuk mengambil hukum dari ayat kisah. Misal:
1.       Memastikan benar adanya, harus jadi hakekat tarikh bukan sekedar cerita tanpa fakta sejarah. Ada tiga cara menyikapi ikuti, tolak, tawaquf-diam sampai ada kebenaran.
2.       Harus bisa digali hukum fiqihnya.

3.       Kisah yang terjadi bukan kisah yang mansukh secara hukumnya dan disebutkan dalam syariat. Misal ummat nabi musa jika melakukan dosa maka membunuh diri. Syariat ini bertentangan dengan syariat kita yang memerintahkan untik menjaga jiwa.

Beberapa Petuah Aa Gym


Percayalah, siapapun yang gigih memperbaiki diri karena Allah, pada saat yang sama diasudah berbuat sesuatu untuk memperbaiki yang lain.

Tak sedikit yang salah bersikap ketika diberi ujian kekurangan dan lebih banyak lagi yang gagal ketika diberi ujian kelebihan.

Jangan ragukan kebaikan Allah, selama ini kita masih bersikap buruk namun Alloh senantiasa menolong kita, apalagi bila berusaha baik.

Setiap persoalan pasti sudah diukur oleh Allah yang Maha Adil, sudah sesuai denga kemampuan kita. Ingatlah bahwa bersama kesulitan Allah sudah menyiapkan kemudahan.

Apapun resiko yang harus ditempuh, pasti beruntung bila kita gigih memperbaiki diri hanya karena DIA, benar-benar hanya karena ingin cintaNya semata.

Semakin berharap diberi sesuatu harta, benda, perhatian, balas budi dll dari makhluk, akan semakin galau, tegang, dan banyak terluka hati ini.

Semua terjadi dengan izinNya dan pasti syarat dengan khikmah, penuh makna, dan ilmu bagi yang peka dan bisa menafakurinya.

Bukan mencari rizki melainkan menjemput rizki, karena setiap makhluk diciptakan lengkap dengan rizkinya, yang dicari keberkahannya.

Sehebat apapun ajakan kebaikan takkan berdampak apabila kebaikan tidak Nampak pada diri penyerunya.

Sabar itu ilmu tingkat tinggi, belajarnya tiap hari, latihannya tiap saat, ujiannya mendadak, sekolahnya seumur hidup, hadiahnya kebahagiaan.

Innallaha idza ahabba’abdan ibtalaahu “Sesungguhnya Allah jika mencintai hamba-hambaNya, maka Dia akan mengujinya.”

Hasan Al Bashri Sang Ulama Salaf



Cara paling jelas yang Allah lakukan untuk menjaga sunnah adalah dengan mengutus ulama yang mau menghabiskan waktunya untuk mengkodefikasi (tadwin) hadits dan menjaganya. Para ulama adalah pemimpin dunia sebagaimana mereka juga adalah pemimpin akhirat. 

AL HASAN AL BASHRI

Adalah sosok yang wara', zuhud, tekun beribadah, dermawan, dan jauh dari gemerlap dunia, serta menjauhi syahwat dan menghalaunya jauh-jauh sehingga tidak kembali.

Namanya adalah Al Hasan bin Abi Al Hasan. Ayahnya adalah Yasar Al Bashri Abu Said, seorang budak dari Zaid bin Tsabit. Hasan Al Bashri lahir dua tahun sebelum khalifah Umar wafat karena pembunuhan.

Al Hasan adalah seseorang yang suka shalat berjamaah, banyak ilmu pengetahuan, terhormat, ahli fiqih, dapat dipercaya, pandai berdebat, ahli ibadah, perawakannya sempurna, fasih bicara, dan tampan mempesona. Dia juga orang yang pemberani.


Banyak sanjungan para ulama terhadap Hasan Al Bashri. Beliau disebutkan memiliki pendapat menyerupai Umar bin Khathab. Anas bin Malik bahkan berkata "Bertanyalah kepada Al Hasan, karena dia orang yang kuat hafalannya, sedang kami terkadang lupa." Al Hasan adalah seseorang yang dikenal mudah bersedih karena Allah.

Heterosis dan Potensi Peningkatan Produktifitas Agrikultur!

Pernah dengar istilah benih hibrida? Inilah heterosis, fenomena dibalik terciptanya benih hibrida! Heterosis merupakan fenomena di mana gene...

Yang Paling Sering Dibaca

Blog Archive