Adaptasi Makhluk Hidup terhadap Lingkungan _ Seri Kuliah Biokimia Adaptasi

Disampaikan Prof. Jose Gutierrez Marcos*, Warwick University, United Kingdom, dalam sebuah sesi kuliah umum di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Mei 2017

 

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemampuan bertahan hidup dari suatu organisme. Perubahan lingkungan yang ekstrim diketahui telah menjadi penyebab utama terjadinya kelima kepunahan massal yang ada di bumi. Lingkungan yang ekstrim juga menjadi salah satu faktor yang membentuk suatu organisme. Keberadaan lingkungan yang ekstrim di satu sisi dapat dianggap mengurangi jumlah suatu organisme secara besar-besaran, namun di sisi lain lingkungan yang ekstrim juga menyeleksi individu-individu unggul mana saja yang memiliki kemampuan bertahan hidup dengan kondisi tersebut. Perubahan lingkungan dapat terjadi secara tiba-tiba, namun demikian, perubahan lingkungan juga dapat terjadi secara perlahan. Kedua hal tersebut sama-sama akan berdampak terhadap kemampuan adapatasi makhluk hidup.

Terkadang organisme yang hidup di lingkungan yang ekstrim merupakan organisme primitif. Lingkungan yang ekstrim telah memunculkan beragam upaya dari suatu organisme untuk dapat bertahan hidup. Tak jarang, keadaan ini menguntungkan manusia. Organisme yang hidup di lingkungan ekstrim biasanya memiliki senyawa produk tertentu yang dapat memberikan manfaat. Strategi adaptasi yang dimiliki juga tidak jarang diadopsi bagi kepentingan teknologi manusia.  Dari segi ekonomi, hal tersebut menjadi potensi tersendiri yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

1.         Adaptasi suhu

Terdapat beberapa organisme yang hidup dalam keadaan suhu yang ekstrim, baik ekstrim tinggi maupun ekstrim rendah. Sebagian besar identifikasi organisme tersebut dilakukan dalam bentuk metagenomik sebab upaya pemeliharaan secara langsung di laboratorium masih cukup sulit mengingat bahwa lingkungan yang diperlukan organisme tersebut memerlukan kondisi yang khusus. Bakteri termofilik seringkali dijadikan sebagai contoh organisme yang memiliki kemampuan untuk hidup pada lingkungan dengan suhu yang ekstrim. Pada bakteri termofilik, protein yang terkandung cenderung sedikit memiliki asam amino sistein, prolin, serta treonin. Protein pada bakteri termofilik cenderung memiliki lebih banyak arginin serta tirosin. Struktur proteinnya sendiri banyak yang merupakan alfa heliks. Selain memiliki adaptasi pada proteinnya, bakteri termofilik juga memiliki bentuk adaptasi pada membran selnya. Lipid membran pada bakteri termofil cenderung memiliki rantai yang panjang sehingga lebih kompak serta tahan terhadap temperatur.

Selain bakteri, beberapa jenis ikan dan organisme tingkat rendah juga memiliki kemampuan untuk hidup di lingkungan dengan suhu yang sangat rendah. Keadaan tersebut memerlukan upaya adaptasi agar darah di dalam tubuh ikan tetap berwujud cair. Ikan semacam ini biasanya memiliki glikoprotein antibeku. Glikoprotein ini mampu memerangkap molekul air serta menjadikan darah tetap dalam keadaan cair. Chlamydomonas nivalis merupakan sejenis alga hijau yang mampu hidup di lingkungan dengan suhu sangat rendah. Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh Chlamydomonas nivalis ini adalah dengan mengubah lingkungan es menjadi lebih hangat. Secara molekuler organisme yang hidup di lingkungan suhu rendah ekstrim juga memunculkan  sejenis chaperon sebagai upaya adaptasi lingkungan. Peran chaperon tersebut antara lain mengurangi penggabungan ion-ion, menurunkan interaksi intersubunit, meningkatkan akses menuju sisi aktif, menurunkan pengikatan kofaktor, mengelompokkan residu glisin dan menurunkan komposisi prolin dan arginin.

Keberadaan organisme-organisme yang hidup pada lingkungan dengan suhu ekstrim mendatangkan keuntungan sendiri bagi manusia karena dapat diolah untuk menghasilkan produk-produk yang bermanfaat. Beberapa diantaranya adalah sebagai enzim untuk pengolahan makanan, parfum nonvolatil, detergen untuk kondisi yang dingin, kepentingan industri, serta kepentingan bioremediasi. Dalam bioremediasi terdapat dua jenis upaya bioremidiasi menggunakan mikrobia yaitu biostimulasi dan bioaugmentasi. Biostimulasi adalah upaya bioremediasi menggunakan mikrobia dalam jumlah sedikit untuk membersihkan cemaran di suatu wilayah. Bioaugmentasi merupakan upaya bioremediasi dengan menggunakan introduksi suatu bakteri baru ke dalam wilayah cemaran.

2.         Adaptasi pH

Salah satu lingkungan dengan pH yang ekstrim rendah adalah pada sistem pencernaan manusia, tepatnya pada lambung. Pada organ tersebut, diketahui pH dapat mencapai 1. Namun demikian, jumlah mikrobia yang mampu menghuni lingkungan tersebut berkisar 10^7-10^9 cfu/ml. Mikrobia tersebut dapat terdiri dari mikrobia patogen serta non patogen. Komposisi mikrobia dalam sistem pencernaan manusia pun masih dapat berubah dengan adanya penyakit tertentu. Hal ini semakin menguatkan bahwa terdapat begitu banyak organisme yang mampu menghuni lingkungan-lingkungan yang ekstrim. Selain lingkungan dengan pH ekstrim rendah, terdapat pula lingkungan dengan pH ekstrim tinggi. Salah satu contohnya adalah Artemia salina yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan detergen. Dalam menghadapi lingkungan dengan kadar garam yang tinggi, terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh organisme untuk menyeimbangkan kadar garam di dalam lingkungan internalnya. Strategi tersebut diantaranya penyeimbangan tekanan osmotik, penyesuaian larutan, serta pengaturan penggunaan energi.

3.         Adaptasi salinitas

Terdapat banyak golongan Archaea yang memiliki kemampuan untuk menghuni lingkungan dengan kadar salinitas yang ekstrim. Misalnya adalah bakteri yang mengakibatkan red brine di lingkungan laut. 

4.         Adaptasi radiasi

Semua organisme terpapar pada radiasi dalam kehidupan sehari-hari. Radiasi terbagi menjadi dua macam yaitu non-ionizing radiation seperti radiasi sinar UV, gelombang radio, dan sebagainya, serta ionizing radiation seperti sinar X dan sinar gama, serta radikal bebas.  Ionizing radiation bersifat merusak DNA. Adanya ionizing radiation dapat mengakibatkan DNA mengalami kerusakan double strandnya. Namun demikian, ada organisme yang mampu bertahan dengan adanya radiasi tersebut.

a.       Bdelloid rotifers

Salah satu organisme yang memiliki kemampuan untuk bertahan dengan adanya paparan radiasi ekstrim adalah Bdelloid rotifers. Organisme ini sebenarnya tidak hanya dapat bertahan pada lingkungan dengan radiasi ekstrim, namun juga mampu bertahan pada lingkungan dengan salinitas tinggi, serta lingkungan ekstrim lainnya. Saat terkena paparan radiasi, Bdelloid rotifers tidak memiliki mekanisme untuk melindungi DNA dari kerusakan. Hal ini berbeda dengan manusia yang mampu membentuk pigmentasi untuk melindungi DNA dari radiasi. Bdelloid rotifers memiliki kemampuan untuk mengembalikan kembali DNAnya dari kerusakan karena radiasi meskipun dengan susunan yang berbeda. Bdelloid rotifers memiliki kemampuan mengendalikan jumlah DNA agar tidak terlalu banyak dengan reduksi di daerah telomer. Meskipun demikian, Bdelloid rotifers tidak akan mengalami kehilangan fungsi gen. Hal ini berpotensi untuk dijadikan sumber referensi untuk mengatasi penyakit kanker.


Bdelloid, sumber: Wikipedia

b.      Deinococcus radiodurans

Selain Bdelloid rotifers, terdapat Deinococcus radiodurans yang memiliki kemampuan unik bertahan dari adanya radiasi ekstrim. DNA dari organisme tersebut dapat mengalami kerusakan, namun demikian organisme tersebut juga mampu memperbaiki kerusakan tersebut. Deinococcus radiodurans memiliki multiple genom serta memiliki enzim spesifik yang mampu menyusun ulang kembali gen-gen sesuai dengan urutannya semula.

c.       Geobacter uraniireducens

Organisme ini dikenal memiliki toleransi yang tinggi terhadap uranium. Geobacter uraniireducens memiliki kemampuan untuk memerangkap logam pada philinya.

d.      Fungi di area Chernobyl

Area Chernobyl merupakan area yang diisolasi dari manusia karena terjadinya kebocoran reaktor nuklir. Namun demikian, ternyata terdapat fungi yang mampu bertahan hidup di area tersebut. Fungi ini memiliki kemampuan untuk memproduksi melanin yang cukup tinggi. Selain fungi di area Chernobyl, fungi dengan kemampuan toleransi tinggi terhadap paparan radiasi juga kemungkinan dapat ditemukan pada tempat-tempat yang tinggi.

5.         Adaptasi cekaman air

Organisme tertentu memiliki kemampuan untuk dapat hidup di lingkungan dengan air yang sangat sedikit. Lingkungan tersebut misalnya lingkungan batuan seperti mikrobia Geobacter metallireducens. Organisme tersebut menghasilkan energi menggunakan membrannya serta menggunakan transformasi iron. Beberapa organisme anhidrobiosis memiliki kemampuan recovery dari kekeringan dengan sangat cepat seperti paku Selaginella lepidophylla.

Anhidrobiota mempunyai LEA (Late Embryogenesis Abundant) protein yang melindungi membran dan protein lain saat tidak ada air. Selain itu, anhidrobiota juga memiliki gula berupa trhalosa dan sukrosa yang mampu memerangkap air di sekitar membran dan protein sehingga membuat microenvironment yang stabil.

6.         Adaptasi polutan

Polutan di lingkungan dapat beraneka macam seperti logam, antibiotik, serta herbisida. Organisme hidup memiliki beragam strategi untuk mengatasi adanya polutan di lingkungannya. Pada tumbuhan yang terpapar logam berat misalnya, terdapat mekanisme-mekanisme seperti deposisi logam berat pada dinding sel, pengikatan logam dengan fitokelatin, serta transport membran ke vakuola. Selain logam berat, herbisida juga dapat menjadi polutan bagi tumbuhan. Namun demikian adanya herbisida secara terus menerus dapat mengakibatkan resistensi herbisida pada tanaman.

Heterosis dan Potensi Peningkatan Produktifitas Agrikultur!

Pernah dengar istilah benih hibrida? Inilah heterosis, fenomena dibalik terciptanya benih hibrida! Heterosis merupakan fenomena di mana gene...

Yang Paling Sering Dibaca

Blog Archive