Journal Reading: Produksi Tanaman Kentang Bebas Virus Menggunakan Kultur Meristem dari Kultivar yang Ditumbuhkan di Bawah Lingkungan Jordanian


Al-Taleb, M.,  Hassawi, D &  Abu-Romman, S. 2011. Production of Virus Free Potato Plants Using Meristem Culture from Cultivars Grown under Jordanian Environment. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci., 11 (4): 467-472.
Abstrak:
Kultur meristem menjadi sarana yang menjanjikan untuk mengeliminasi virus dari tanaman yang terinfeksi virus dan berhasil diterapkan pada kentang. Sejumlah 70 kentang ( Solanum tuberosum L.) dari masing-masing 3 kultivar yang ditumbuhkan di Jordan diperoleh dari Kementerian Pertanian, diuji dengan ELISA untuk mendeteksi adanya infeksi virus. Kehadiran infeksi Potato Virus Y (PVY) yaitu 21,4% (kultivar Spunta), 15,7 % (kultivar Alaska), 12,8 % (kultivar Safrane). Kultur meristem diaplikasikan pada kentang yang terinfeksi untuk tiga kultivar tersebut.  Hasil perkembangan tunas dan akar mengindikasikan bahwa medium yang ditambah dengan 0.5 mg/l IBA (indole butyric acid) menunjukkan pemanjangan akar yang baik sekitar 9,41 cm, jumlah tunas sekitar 2,6 dan jumlah daun sekitar 15,40. Hasil Elisa untuk planlet yang diproduksi secara in vitro menunjukkan bahwa planlet bebas virus PVY. Reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) berhasil diamplifikasi gen coat protein (CP) dari virus PVY dalam sampel yang terinfeksi dan mengkonfirmasi hasil ELISA. Aklimatisasi planlet yang dihasilkan dari tahap multiplikasi akar atau tunas secara in vitro terungkap bahwa 90 % pada kultivar Spunta yang mampu bertahan hidup dan 80 % baik pada kultivar Alaska dan Safrane yang mampu bertahan hidup.

A.      Pendahuluan
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman pangan penting dunia yang menduduki peringkat ke empat setelah nasi, gandum dan jagung.   Kentang biasanya digunakan untuk dimakan manusia, sebagai pakan ternak, dan sumber pati serta alkohol. Kentang sebagai tanaman pangan memiliki kedudukan penting secara ekonomi  di Jordania dengan produksi mencapai 59230 pada tahun 2010.
Virus dan viroid adalah sumber penyakit yang umumnya menyerang tanaman kentang. Beberapa yang terkenal yaitu PVY, PVX dan PLRV. PVY mengakibatkan pola mosaik kuning, hijau muda maupun hijau tua pada daun, nekrosis pada pembuluh daun maupun akar, serta kematian pada titik tumbuh. PVX memunculkan gejala yang sama dengan PVY. PLRV mengakibatkan nekrosis pada margin daun muda sehingga mengakibatkan daun terkesan menggulung. Kehadiran penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan alasan yang penting yang menunjukkan penurunan produktivitas tanaman kentang hingga 75%. Sebagai contoh, PVX sendiri dapat menyebabkan penurunan hasil panen sebesar 15-30%; PLRV dan beberapa strain PVY mengurangi hasil umbi sekitar 50-80%.
Kultur jaringan tumbuhan di Jordan telah memberikan bukti kemajuan yang signifikan dalam produksi tanaman bebas virus. Jaringan meristem dikenal bebas virus karena pembuluh xilem dan floem tidak dijumpai pada meristem. Jaringan meristem berpotensi dalam pengembangan kentang dari tanaman kentang yang bebas virus dengan penciptaan meriklon. Pada penggunaan umbi kentang bebas virus, diketahui terjadi peningkatan sebesar 40% dari hasil panen kentang sehingga penggunaan meriklon diharapkan juga dapat meningkatkan hasil panen kentang karena sifatnya yang bebas virus.
Teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) menjadi metode standar untuk deteksi virus tanaman dan telah diaplikasikan deteksi dan identifikasi virus tanaman kentang. Enzim reverse transcriptase pada reverse transcriptase - polymerase chain reaction (RT-PCR), yang didasarkan pada deteksi suatu phatogen juga merupakan metode yang sederhana dan digunakan secara luas untuk mendeteksi virus RNA. Uji RT-PCR mengkombinasikan sintesis cDNA dan amplifikasi PCR yang telah digambarkan untuk deteksi virus tanaman kentang seperti PVY, PLRV dan PVA.
Tingginya biaya pada penyediaan bibit dari umbi, perawatan, penyimpanan dan adanya penyebaran virus secara khusus menjadi masalah dalam produksi kentang di Jordan. Penelitian ini diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut dengan menghasilkan protokol kultur meristem yang reproduktif untuk produksi tanaman kentang bebas virus yang dapat tumbuh di lingkungan Jordanian. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan virus pada meriklon menggunakan teknik ELISA dan RT-PCR.

B.       Bahan dan Metode
1.      Persiapan material tanaman
Umbi dari varietas kentang yang komersial (Alaska, Spunta dan Safrane) dari kementerian pertanian di Jordania diuji DAS-ELISA untuk mendeteksi keberadaan virus. Umbi kentang yang terinfeksi virus dipilih dan digunakan untuk produksi bibit.
2.      Pembentukan kultur meristem
Sebanyak 30 bibit yang terinfeksi PVY dari umbi kentang dari masing-masing varietas digunakan sebagai eksplan untuk kultur meristem. Tunas dipotong dan disterilisasi dalam 0,1 % hypochlorite dan 3 tetes Tween-20 selama 10 menit, kemudian dilakukan  3 kali pencucian dengan air suling steril. Meristem pucuk daun primodia dipotong dan diisolasi di dalam LAF menggunakan mikroskop. Media MS 0 digunakan sebagai medium kultur dasar. Setelah menyesuaikan PH 5,7, medium di padatkan dengan 8 g/l agar Difco Bacto dan disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 30 menit. Meristem yang terisolasi dengan cepat dipindahkan ke cawan petri steril yang mengandung 10 ml medium MS. Kultur dipelihara pada suhu 25 ± 2 0C dan dengan 16/8 (fotoperiodik terang/gelap) dalam ruang kultur. Ukuran meristem yang terisolasi sekitar 0,3 mm.
3.      Pembentukan tunas dan akar
Setelah 4 minggu kultur meristem awal, 10 meristem yang telah berkembang dari masing-masing kultivar disubkultur dalam medium MS 0, 10 lainnya disubkultur pada medium MS yang ditambah 0,5 mg/l NAA dan 10 lainnya disubkultur pada medium MS ditambah 0,5 mg/l IBA. Semua subkultur dikerjakan dengan 15 ml medium MS, pH 5,7 dan ditambahkan 8 g/l Difco Bacto agar, yang kemudian diberikan pada masing tabung reaksi Pyrex (25x150 mm) dan telah disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 30 menit. Kultur kemudian diinkubasi dalam ruang kultur pada suhu 25± 20C dam fotoperiode 16/8 (terang/gelap), 1 kilo lux intensitas cahaya disediakan dengan menggunakan lampu fuoroscent putih. Setelah 5 minggu, planlet yang berkembang diamati untuk beberapa parameter, seperti panjang pucuk, panjang akar, jumlah daun, jumlah akar dan jumlah tunas.
4.      Aklimatisasi
Planlet yang telah memiliki akar dari masing-masing kultivar diambil dari tabung reaksi dan kemudian dicuci dengan air suling yang steril untuk menghilangkan agar yang menempel. Kemudian planlet dipindahkan ke dalam pot-pot kecil yang berukuran 7 cm yang mengandung 1:1 (peat moss: perlite mixture) dan ditutup dengan plastik. Masing-masing pot dipelihara dengan suhu 250C dan fotoperiod (16/8) terang/gelap selama 4 minggu di ruang kultur. Setelah itu, planlet dipindahkan ke green house dan diteruskan pertumbuhannya pada suhu 26± 20C.
5.      Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Sejumlah RNA  diekstraksi dari daun planlet kentang yang ditumbuhkan dalam green house, menggunakan EZ-10 Spin Column Total RNA Minipreps Super Kit (Bio Basic, Canada). RNA yang telah diekstraksi tadi digunakan sebagai template untuk sintesis cDNA. Sebuah fragmen protein selubung PVY dengan ukuran kira-kira 801 bp diamplifikasi dengan sepasang primer yang spesifik:
·         PVYCPv BamH1 (5’TCAAGGATCCGCAAATGACA CAATTGATGCAGAGG-3’)
·         PVYCPc EcoR1 (5’-AGAGAGAATTCATCACATGTTCTTGA CTCC-3’)
Coat protein (CP) dari PVY diamplifikasi menggunakan sistem RT-PCR berdasarkan protokol yang ada.
6.      Deteksi Hasil PCR yang diamplifikasi
Faktor kuantitas 10 μl dari masing-masing produk PCR dielektroforesis pada 1 % gel agarosa menggunakan buffer 0.5X TBE. Hasil PCR divisualisasikan di bawah transilluminator UV dan didokumentasikan dengan sistem dokumentasi gel (Gel Doc 200, BIO-RAD, USA) setelah pewarnaan gel menggunakan ethidium bromide (0,5 μg/ml). 1 kb DNA ladder digunakan sebagai marker untuk menentukan ukuran fragmen yang telah diamplifikasi.
7.      Analisis Statistik
Data yang didapatkan diolah dengan ANOVA. Least Significant Differences (LSD) taraf 0.05 untuk menilai perbedaan pada karakter yang diamati pada masing-masing perlakuan medium.

C.      Hasil dan Pembahasan
Penggunaan uji DAS-ELISA pada awal persiapan material tanaman menunjukkan bahwa 15 dari 70 buah umbi kentang (21,4%) dari kutivar Spunta, 11 dari 70 buah umbi kentang (15,7%) dari kutivar Alaska, dan 9 dari 70 buah umbi kentang (12,8%) dari kultivar Safrane terinfeksi PVY. Umbi kentang yang terinfeksi dari masing-masing kutivar tersebut digunakan sebagai sumber eksplan untuk kultur meristem pada medium bebas hormon sebanyak 30 dari 90 meristem awal yang terbentuk.
Meristem memulai pertumbuhan awal dengan meningkatkan ukuran dan perubahan warna menjadi hijau terang secara gradual. Dalam 2-3 minggu, tampak daun kecil. Setelah 4 minggu, 30 meristem kemudian dipindahkan (masing-masing 10 meristem) ke tiga medium dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh berbeda. Semua planlet kentang yang dikembangkan secara in vitro kemudian diuji DAS-ELISA seluruhnya bebas dari kontaminasi virus. Hal ini membuktikan bahwa memang benar plantlet dengan sumber eksplan meristem bebas dari kontaminasi virus.
Planlet yang dikembangkan diamati 5 karakternya yaitu: panjang tunas, panjang akar, jumlah tunas, jumlah akar, dan jumlah daun. Sumber variasi kultivar, media, dan interaksi antara kultivar dan media secara statistik menunjukkan beda nyata untuk semua (5) karakteristik dalam taraf signifikansi 5% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing sumber variasi menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan pada masing-masing karakter yang diamati.

Pada Tabel 2, disampaikan hasil pengamatan 5 karakter setelah dilakukan subkultur pada medium yang ditambah dengan 0.5 mg NAA dan 0,5 mg/l IBA dan MS yang bebas hormon. Baik NAA maupun IBA merupakan hormon yang termasuk ke dalam golongan auksin. Hasil yang diperoleh menunjukkan medium MS yang ditambah 0,5 mg/l IBA adalah medium yang terbaik untuk panjang tunas dengan rata-rata 7,71; panjang akar dengan rata-rata 9,41; jumlah tunas dengan rata-rata 2,60; dan jumlah daun terbanyak dengan rata-rata 15,40. Penggunaan 0,5 mg/l IBA merupakan medium yang paling efektif untuk perkembangan tunas dan akar dari meristem yang dikembangkan awal.
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui kultivar Spunta dan Safrane menunjukkan respon yang lebih menguntungkan untuk pengembangan meriklon daripada kultivar Alaska. Hal ini pun tampak pada hasil pengamatan pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa rata-rata nilai kuantitatif dari karakter-karakter yang diamati menghasilkan data bahwa kultivar Spunta dan Safran terlihat lebih unggul. Sifat-sifat respon kentang yang berbeda ini berhubungan dengan faktor genetik dari masing-masing kutivar.
Hasil RT-PCR mengkonfirmasi ketidakhadiran virus PVY dalam plantlet kentang yang dikembangkan melalui kultur meristem. Primer PVYCPv BamH1, PFYCPc EcoR1 efisien untuk deteksi PVY dalam sampel yang terinfeksi akan menunjukkan band pada hasil elektroforesis sebesar 801 bp. Akan tetapi, dari sampel tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem tidak menunjukkan adanya band yang mengkonfirmasi keberadaan virus. Hal ini sesuai dengan uji DAS-ELISA yang dilakukan di awal.

            Aklimatisasi planlet yang dihasilkan dari tahap multiplikasi akar atau tunas secara in vitro terungkap bahwa 90 % kultivar Spunta mampu bertahan hidup sedangkan kultivar Alaska dan Safrane yang mampu bertahan hidup sebanyak 80%.

D.      Kesimpulan

Kultur meristem pada tanaman kentang bisa menjadi solusi untuk menghasilkan planlet tanaman kentang yang bebas virus PVY. Hal ini akan mengatasi banyaknya bibit kentang bervirus mengingat bahwa selama ini kentang lebih banyak dikembangkan dari material vegetatif.

No comments:

Post a Comment

Heterosis dan Potensi Peningkatan Produktifitas Agrikultur!

Pernah dengar istilah benih hibrida? Inilah heterosis, fenomena dibalik terciptanya benih hibrida! Heterosis merupakan fenomena di mana gene...

Yang Paling Sering Dibaca

Blog Archive