Pendahuluan
Transformasi genetik dilakukan dengan cara
menginduksi gen dari suatu organisme ke organisme yang lain untuk memperoleh
sifat baru yang diinginkan. Transformai genetic dilakukan dengan menyisipkan
gen ke dalam vector lain, kemudian diintroduksikan ke dalam DNA inang sehingga
terbentukDNA rekombinan. Proses transformasi genetik dapat dilakukan secara
langsung seperti dengan senyawa kimia polietilen-glokon (PEG), alat
electroporator, dan kejutan panas (heat
shock), atau secara tidak langsung dengan menggunakan Argobacterium tumifaciens. Dasar keberhasilan transformasi genetic
dapat dilihat pada kemampuan sel target untuk berkembang menjadi tanaman utuh.
Beberapa tujuan dibuat tanaman transgenik seperti meningkatkan produktifitas,
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit, meningkatkan daya tahan
tanaman terhadap cekaman lingkungan, dan meningkatkan kandungan senyawa
tertentu pada tanaman.
Sistem Deteksi
Tanaman Transgenik
Identifikasi
tanaman transgenik dapat dilakukan dengan teknik blotting. Berdasarkan jenis
molekul (DNA, mRNA, Protein) yang akan dideteksi, ada 3 tipe blotting yaitu; Southern Blotting (DNA), Northern Blotting (mRNA), dan Westhern Blotting (Protein). Southern Blotting berperan untuk
mendeteksi keberadaan DNA target dalam genome DNA rekombinan. Northern Blotting berperan untuk
mendeteksi ekspresi gen pada level trankripsi mRNA. Sedangkan Westhern Blotting berperan untuk
mendeteksi ekspresi gen pada level protein yang terbentuk.
Dalam teknik
blotting, semua prosedur diawali dengan elektroforesis. Molekul yang akan
dideteksi ditransfer dari matriks gel ke nitroselulosa (atau nylon) untuk dianalisis. Tujuan
penempelan molekul tersebut ke nitroselulosa (atau nylon) adalah untuk mengimobilisasi molekul. Suatu probe yang telah
terlabel kemudian akan berhibridisasi dengan molekul tersebut (Mosier & Ladisch, 2009). Hibridisasi dapat terjadi antara
untai tunggal rantai asam nukleat dengan sekuen nukleotida komplemennya (DNA
:DNA, RNA :RNA, RNA :DNA). Probe yang dipakai pada
Southern Blotting biasanya berupa DNA-radioaktif
atau nonradioaktif. Untuk Northern Blotting, probenya berupa cDNA,
cRNA-radioaktif atau nonradioaktif, sedangkan untuk Westhern Blotting,
probenya berupa antibodi (Puspitasari, 2014).
Jika
sekuen yang berisi nukleotida yang telah terlabel radioaktif digunakan sebagai
probe untuk fragmen-fragmen DNA non-radioaktif, hanya
untaian-untaian yang berkomplementer dengan probe yang akan terhibridisasi.
Band-band lainnya tidak akan terdeteksi dengan photoautoradiography atau dengan
teknik deteksi serupa karena mereka tidak akan berasosiasi dengan probe radioaktif.
Pada Westhern Blotting, hibridisasi
terjadi antara protein tertentu dengan antibodi yang spesifik terhadap protein
tersebut.
Tabel Perbedaan Southern Blotting, Northern Blotting, dan Westhern Blotting
Perbedaan
|
Southern Blotting
|
Nortern Blotting
|
Western Blotting
|
Molekul yang dideteksi
|
DNA
|
RNA
|
Protein
|
Gel Elektroforesis
|
Gel Agarose
|
Formaldehyde Gel Agarose
|
Gel Polyacrylamide
|
Metode Blotting
|
Transfer Capillary
|
Transfer Capillary
|
Transfer Electric
|
Probes
|
DNA Radioactive atau nonradioactive
|
cDNA, cRNA Radioactive atau nonradioactive
|
antibodi
|
Sistem Deteksi
|
Autoradiography Chemiluminescent
Colorimetric
|
Autoradiography Chemiluminescent
Colorimetric
|
Chemiluminescent Colorimetric
|
Contoh Tanaman
Transgenik
Hingga saat ini telah banyak tanaman transgenik yang
dihasilkan baik untuk tujuan saintifik maupun untuk tujuan komersial. Salah
satu usaha pembuatan tanaman transgenik yang dilakukan adalah pembuatan Alfalfa
yang tahan terhadap cekaman kadar garam tinggi. Alfalfa (Medicago sativa) merupakan tanaman pakan ternak yang dikenal
memiliki kadar gizi tinggi. Terbatasnya lahan subur karena kultivasi tanaman
pangan mengakibatkan perlunya pemanfaatan lahan kritis dengan kadar garam
tinggi untuk dimanfaatkan sebagai penghasil tanaman pakan ternak. Penyisipan
gen rstB pada tanaman Alfalfa diharapkan mampu memberi solusi untuk hal ini.
Hasil transformasi menunjukkan peningkatan ketahanan
tanaman Alfalfa terhadap kadar garam melalui transformasi dengan Agrobacterium. Tidak ditemukan karakteristik abnormal pada
tanaman transgenik jika dibandingkan dengan wild
typenya. Peningkatan resistensi pada kadar garam terlihat mulai dari
tanaman transgenik pertama (T0). Generasi kedua tanaman transgenik
menunjukkan adanya peningkatan kecepatan germinasi dan pertumbuhan benih dibawah
kondisi cekaman garam. Akumulasi NA+ menurun sedangkan Ca2+
bertambah jika diamati pada tanaman transgenik T1. Peningkatan kada
Ca2+ juga diamati dengan uji lokalisasi sitokimia dari Ca2+.
Pada cekaman NaCl 50 mM, sekitar 15% tanaman transgenik menyelesaikan siklus
hidupnya akan tetapi tanaman wild type
tidak mampu membentuk bunga. Hasilnya menunjukkan bahwa ekspresi dari gen rstB
meningkatkan toleransi garam pada tanaman Alfalfa transgenik.
*Dari Berbagai Sumber
No comments:
Post a Comment