Cara Tanaman Memproteksi Diri dari Virus

 

Virus pada tanaman merupakan parasit intraseluler obligat yang secara khusus tinggal di simplas dari tanaman inangnya. Virus seringkali harus ada dalam jumlah banyak pada inangnya agar mampu mempertahankan diri. Virus dapat mencapai tanaman melalui beragam mekanisme, diantaranya yaitu melalui polen, grafting, pelukaan, maupun melalui perantara vektor pembawa. Virus sangat bergantung pada tanaman inang dalam memenuhi siklus hidupnya. Oleh sebab itu, diperlukan beragam interaksi antara viral protein maupun virion dengan faktor seluler pada inang.

A.    Penyebaran Virus pada Jaringan Tumbuhan

Virus memasuki sel tanaman umumnya melalui epidermis dan mesofil. Proses ini diiikuti dengan pelepasan virion serta replikasi genom pada jaringan yang dihinggapi virus. Virus memasuki sel-sel dalam jaringan tumbuhan dengan difasilitasi oleh modifikasi plasmodesmata dengan protein pergerakan dari virus  (Schoelz et al., 2011). Protein ini disebut dengan  kompleks viral ribonukleoprotein  atau RNP.





Gambar 1. Perpindahan virus dari sel ke sel serta jaringan tanaman (Hipper et al., 2013).

Setelah inokulasi yang sebagian besar terjadi di epidermis dan mesofil, virus kemudian menyebar di dalam tubuh tumbuhan dengan mekanisme seperti pada Gambar 1. Protein virus berinteraksi dengan genom virus untuk membentuk kompleks transport yang disebut kompleks RNP seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan perantara RNP, virus dapat bergerak dari sel ke sel lain melalui plasmodesmata. Virus hasil replikasi yang baru kemudian berlanjut pada sel floem, berkas pengangkut, parenkim vaskuler, serta sel pengiring untuk ditranslokasikan. Kompleks RNP dipindahkan ke berkas pengangkut untuk membantu distribusi virus ke lokasi jaringan yang jauh dari lokasi awal keberadaan virus dan akhirnya mengakibatkan infeksi secara sistemik pada tumbuhan (Hipper et al., 2013). Selain pengunaan RNP, virus juga dapat ditransportasikan secara pasif melalui mekanisme transport sink-source.

Infeksi dan penyebaran virus pada tumbuhan dapat memunculkan beragam simptom penyakit seperti pola mozaik, daun menggulung, ring spot, nekrosis, kekerdilan, serta beragam abnormalitas pada tanaman (Hull, 2002). Salah satu simptom virus yang terkenal adalah adanya pola pada bunga tulip di Belanda yang ternyata merupakan akibat dari infeksi Tulip Breaking Virus (Dekker et a.l, 1993; Bo Wang, et al., 2012).  Namun demikian, sebagai organisme sesil yang tidak dapat menghindari adanya patogen, tumbuhan memiliki mekanisme untuk mempertahankan diri. Salah satu upaya pertahanan yang dilakukan tumbuhan untuk melawan infeksi viru adalah dengan menggunakan RNA silencing.

B.    Strategi Pertahanan Tumbuhan terhadap Virus melalui RNA Silencing

Tanaman dapat mengembangan strategi pertahanan melalui sistem RNA silencing dalam merespon infeksi patogen virus. RNA silencing merupakan mekanisme yang penting dalam pertahanan tanaman terhadap virus dengan beragam faktor silencing pada pertahanan antiviral tanaman. Melalui mekanisme ini, baik virus DNA maupun virus RNA dijadikan sasaran oleh small RNA yang kemudian akan mengarahkan pada degradasi RNA. pada tanaman, double stranded atau hairpin RNA diproses oleh Dicer-Like protein menjadi 21 hingga 24 nukleotida yang disebut small RNA. selanjutnya, small RNA ini akan berikatan dengan protein Argonaute yang selanjutnya akan bersama-sama akan menjadi bagian dari RNA-Induced Silencing Complex (RISC) (Wang et al., 2012). Terdapat tiga jalur RNA silencing pada tanaman yaitu jalur micro RNA (miRNA), jalur degredasi langsung small interfering RNA (siRNA), serta jalur RdDM.

Pada miRNA, short hair pin RNA (hpRNA) terbentuk antar miRNA dengan region yang komplementer. Proses ini terbentuk di nukleus. Beberapa faktor seperti faktor transkripsi SERRATE dan protein pengikat dsRNA berupa DRB1 dan HYL1 juga terbentuk dalam biogenesis miRNA (Wang et al., 2012). Peran utama miRNA adalah dalam menekan pola ekspresi gen regulator.

Pada siRNa, dsRNa atau hpRNA diproses dengan mengunakan Dicer-like protein menjadi nukleotida dengan panjang sekitar 21-24 yang kemudian bersama-sama dengan protein Argonaute akan menginisiasi pembentukan RISC. Kompleks ini kemudian akan menginisiasi degradasi pada RNA yang dideteksinya, misal apabila terdapat RNA virus yang masuk ke dalam sel.

Selanjutnya, jalur RdDM merupakan jalur yang berperan dalam silencing pada transposon dan elemen DNA repetitif untuk mempertahankan stabilitas DNA.

 


Gambar 2. Respon Intraseluler terhadap Intervensi RNA Virus

 

Genom virus bereplikasi pada sel inang sehingga dalam mekanisme pertahanan terhadap virus maka RNA silencing merupakan upaya penting bagi tumbuhan. Virus dalam mekanisme ini berperan langsung sebagai inducer sekaligus RNA target untuk degradasi. Pada Gambar 2, siRNA dibentuk dari dsRNA yang merupakan gabungan RNA positif dan negatif. RNA virus akan dipotong menjadi 21 dan 22 nukleotida siRNa oleh DCL4 dan DCL2 (Ding dan Voinnett 2007). Nukleotida tersebut kemudian akan berikatan dengan protein Argonaute dan mengakibatkan silencing langsung pada RNA virus.

DCL3 memiliki hasil pemotongan RNA yang berbeda dengan DCL4 dan DCL2. DCL 3 memotong RNA menjadi 24 nukleotida yang kemudian dapat mengalami metilasi sitosin berulang pada region intergeniknya. Secara singkat, dalam prosesnya potongan nukleotida dari DCL 3 ini kemudian memasuki jalur RdDM (RNA-directed DNA methylation). Melalui jalur tersebut, dsRNA akan terbentuk yang kemudian akan memicu pemotongan kembali oleh Dicer-like protein sehingga kemudian dapat didegradasi.

C.    Strategi Pertahanan Tumbuhan terhadap Virus selain RNA Silencing

Selain RNA silencing, terdapat mekanisme lain yang dapat digunakan oleh tanaman sebagai upaya pertahanan diri dari virus (Maule et al., 2007). Tanaman memiliki sistem imun lain seperti pattern-triggered immunity (PTI) serta effector-triggered immunity (ETI). ETI merupakan sistem imun innate pada tanaman. ETI merupakan line pertama pada sistem pertahanan tanaman. ETI melakukan deteksi secara langsung pada MAMPS yang berikatan dengan PRR. Dengan adanya ETI, tanaman akan dapat mengenali keberadaan patogen. PTI merupakan bentuk respon kelanjutan yang ditunjukkan oleh tanaman dengan adanya pengenalan patogen oleh MAMPS. PTI berperan dalam melawan serangan dari patogen.

Hasil penelitian Lopez-Gresa et al., (2016) menyatakan bahwa asam salisilat berperan penting pada resistensi dasar pada tanaman tomat dari infeksi Citrus Exocortis Viroid dan Tomato Spotted Wilt Virus. Dalam penelitian tersebut, digunakan tanaman tomat transgenik dengan gen NahG yang sudah dioverekspresi untuk mengakumulasi asam salisilat. Berdasarkan penelitian, kekurangan SA pada tanaman tomat yang terserang kedua virus Citrus Exocortis Viroid dan Tomato Spotted Wilt Virus menunjukkan fenotip penyakit yang dramatis. Selanjutnya, penambahan dari acibenzolar-S-metil sebagai pengaktifasi SAR (systemic acquired resistance) pathway sebagai kelanjutan dari jalur pensinyalan oleh asam salisitat terbukti meningkatkan kembali resistensi tanaman tomat dari serangan virus.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Alamillo et al. (2006) disampaikan bahwa akumulasi dari small RNA menurun dengan silencing gen NahG pada tanaman transgenik. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa asam salisilat berperan sebagai enhancer dari sistem pertahanan antiviral menggunakan small RNA pada tanaman tembakau. Dengan demikian, baik mekanisme silencing dengan small RNA serta mekanisme pensinyalan asam salisilat bersama-sama berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman akibat infeksi virus.


Daftar Pustaka

Alamillo, Josefa M., Pilar Saenz, Juan Antonio Garcia. 2006. Salicilic acid-mediated and RNA-silencing defense mechanisms cooperate in the restriction of systemic spread of plum pox virus in tobacco. The Plant Journal 48, 217-227

Ding, S. W., and Voinnet, O. 2007. Antiviral immunity directed by small RNAs. Cell 130:413-426.

Hipper, Clemence, Veronique Brault, Veronique Ziegler-Graff, Frederic Revers. 2013. Viral and cellular factors involved in phloem transport of plant viruses. Frontiers in Plant Science doi: 10.3389/fpls.2013.00154

Lopez-Gresa, M. Pilar, Purificacion Liso, Lynne Yenush, Vicente Conejero, Ismael Rodrigo, Jose Maria Belles. 2016. Salicylic Acid Is Involved in the Basal Resistance of Tomato Plants to Citrus Exocortis Viroid and Tomato Spotted Wilt Virus. Plos One DOI:10.1371

Maule, A. J., Caranta, C., and Boulton, M. I. 2007. Sources of natural resistance to plant viruses: Status and prospects. Mol. Plant Pathol. 8:223-231.

Ming-Bo Wang, Chikara Masuta, Neil A. Smith, dan Hanako Shimura. 2012. RNA Silencing and Plant Viral Diseases. The American Phytopathological Society MPMI Vol. 25, No. 10, 2012, pp. 1275–1285

Schoelz, J. E., Harries, P. A., and Nelson, R. S. (2011). Intracellular transport of plant viruses: finding the door out of the cell. Mol. Plant. 4, 813–831


No comments:

Post a Comment

Heterosis dan Potensi Peningkatan Produktifitas Agrikultur!

Pernah dengar istilah benih hibrida? Inilah heterosis, fenomena dibalik terciptanya benih hibrida! Heterosis merupakan fenomena di mana gene...

Yang Paling Sering Dibaca

Blog Archive