Teori Asam Basa


Sifat asam dan basa suatu materi seringkali digunakan sebagai penciri untuk mengidentifikasi materi tersebut. Derajat keasaman suatu materi biasanya disebut dengan pH. pH suatu larutan misalnya, menunjukkan banyaknya konsentrasi H+ dalam larutan tersebut. Terdapat tiga teori yang dikenal mengenai sifat asam dan basa. Teori tersebut yaitu teori Arrhenius, teori Bronsted-Lowry, serta teori Lewis. Pada prinsipnya, teori Lewis merupakan pengembangan teori Bronsted-Lowry (Jim Clark, 2013).

1.     Teori Arhennius

Menurut Arhennius, asam adalah substansi yang memproduksi ion hidrogen di dalam larutan. Basa adalah substansi yang memproduksi ion hidroksida di dalam larutan. Dengan adanya kedua ion tersebut, netralisasi dapat terjadi. Teori ini memberikan sumbangsih yang besar bagi pemahaman mengenai asam dan basa. Meskipun demikian, teori ini masih memiliki kekurangan yaitu;

a.     Terbatas pada larutan yang bersifat polar

b.     Tidak berlaku ada beberapa jenis larutan

2.     Teori Bronsted-Lowry

Menurut teori ini, asam adalah molekul yang berperan sebagai pendonor proton atau ion hidrogen sedangkan basa adalah molekul yang berperan sebagai akseptor proton atau penerima ion hidrogen. Teori ini masih terbatas pada materi-materi yang tidak mengandung ion hidrogen. Oleh sebab itu, teori ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Lewis. 

Peran asam basa

Homeostasis antara asam-basa dengan regulasi pH merupakan hal yang penting bagi kenormalan fisiologi dan fungsi metabolisme sel (Hamm, etc., 2015). Adanya beragam proses fisiologis dan metabolisme di dalam suatu organisme dapat meningkatkan variasi substansi tertentu yang dapat mempengaruhi pH. Keberadaan buffer serta organ tertentu dari organisme membantu organisme tersebut terhindar dari asidosis maupun alkalosis.

Pengukuran ph

Derajat keasaman suatu larutan dapat diukur dengan beberapa cara (Hach Company, 2010). Beberapa cara alternatif yang dapat digunakan yaitu

1.     Kolorimetrik. Kolorimetrik adalah pengukuran pH dengan membandingkan warna larutan dengan warna larutan standar yang digunakan

2.     Indikator.  Indikator adalah material yang secara spesifik didesain untuk berubah warna ketika diberi paparan substansi dengan pH berbeda. Sebagai contoh adalah stik pH indikator.

3.     Potensiometrik. Pengukuran dengan cara ini memerlukan elektroda pengukur dan elektroda referensi. Saat potensial galvanik terbentuk, terjadi perubahan pada elektroda pengukur. Sensor pH yang ada kemudian berubah karena adanya potensial galvanik tersebut yang kemudian mentransfer informasi ke pH analyzer.

Buffer

Larutan buffer adalah larutan yang memiliki kemampuan untuk mencegah perubahan pH ketika terjadi penambahan asam maupun basa dalam jumlah sedikit (Mohan, 2003). Larutan buffer dapat dibuat dengan mencampurkan asam lemah dengan garamnya maupun dengan mencampurkan basa lemah dengan garamnya. Buffer akan mampu mempertahankan pH apabila nilai pH dapat dibuat sama dengan nilai pKa. Namun demikian, buffer memiliki kapasitas tertentu dalam mempertahankan nilai pH. Kapasitas tersebut mempengaruhi kemampuan buffer untuk mempertahankan pH.

Terdapat dua jenis buffer yaitu buffer asam dan buffer basa. Buffer asam terdiri dari asam lemah serta garam yang merupakan basa konjugasinya. Saat buffer asam diberi larutan yang bersifat asam, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri sehingga keberadaan tambahan ion H+ dapat diatasi. Saat buffer asam diberi larutan basa, kesetimbangan akan bergeser ke kanan dan menciptakan H2O untuk menetralisasi keberadaan ion OH- tambahan.

Buffer basa dapat dibuat dari basa lemah serta garam yang biasanya merupakan asam konjugasinya. Saat buffer basa mendapatkan tambahan asam, kesetimbangan akan cenderung bergeser ke kanan membentuk H2O. Saat buffer basa mendapat tambahan ion OH-, kesetimbangan akan bergeser ke kiri untuk mempertahankan pH.

Dalam sistem biologi, buffer harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mohan, 2003).

1.     Memiliki pKa antara 6-8

2.     Memiliki kelarutan yang tinggi di air dan kelarutan rendah di pelarut organik

3.     Tidak bersifat menembus membran sel

4.     Tidak menghasilkan racun bagi sel

5.     Tidak berinterferensi dengan proses biologis

6.     Memiliki efek garam yang minimal

7.     Komposisi ion dalam medium memiliki efek yang rendah dalam mempengaruhi kapasitas buffer.

8.     Bersifat stabil dan resisten terhadap degradasi enzimatik

9.     Tidak menyerap sinar tampak maupun sinar UV.

Saat ini larutan buffer banyak dimanfaatkan dalam beragam teknik analisis molekuler. Larutan buffer menyediakan lingkungan yang sesuai agar proses biologis dapat berjalan dengan normal.

Daftar Pustaka


Anonim. 2010. What is pH and How is it Measure?. Hach Company

Chandra Mohan. 2003. Buffers. Calbiochem: Germany

Hamm, L. L., Nakhoul, N., & Hering-Smith, K. S. 2015. Acid-Base Homeostasis. Clinical Journal of the American Society of Nephrology : CJASN, 10(12), 2232–2242. http://doi.org/10.2215/CJN.07400715

Jim Clark. 2013. Theories of Acids and Bases. http://www.chemguide.co.uk/physical/acidbaseeqia/theories.html. Online. Diakses Minggu, 1 Mei 2017

Nelson, D., and Cox, M. 2005. Lehninger principles of biochemistry (4th ed.) : W.H. Freeman and Company, New York,, 1216 pp., ISBN 0-7167-4339-6


No comments:

Post a Comment

Heterosis dan Potensi Peningkatan Produktifitas Agrikultur!

Pernah dengar istilah benih hibrida? Inilah heterosis, fenomena dibalik terciptanya benih hibrida! Heterosis merupakan fenomena di mana gene...

Yang Paling Sering Dibaca

Blog Archive